Bom Waktu di Suriah: Ribuan Militan ISIS Ancam Stabilitas Regional
10 December 2025, Damaskus – Pemerintah Suriah menghadapi dilema kompleks dan berisiko tinggi terkait nasib ribuan mantan pejuang ISIS dan puluhan ribu anggota keluarga mereka yang masih ditahan di kamp-kamp dan penjara peninggalan era perang saudara. Situasi ini bukan hanya menjadi beban kemanusiaan, tetapi juga ancaman keamanan signifikan yang dapat memicu gelombang radikalisasi dan kebangkitan kelompok teror di masa depan.
Kementerian Dalam Negeri Suriah mengakui bahwa fasilitas penahanan yang menampung para individu ini, termasuk kamp-kamp besar seperti Al-Hol dan Roj di wilayah timur laut, berada di bawah tekanan ekstrem. Kapasitas yang terbatas, kondisi hidup yang buruk, serta risiko keamanan yang konstan menjadi tantangan harian bagi otoritas yang berwenang. Ribuan mantan pejuang yang ditahan merupakan veteran konflik yang berpotensi melarikan diri atau mengorganisir kembali kekuatan dari dalam penjara.
Ancaman Keamanan dan Krisis Kemanusiaan
Jumlah tahanan di kamp-kamp ini sangat mencengangkan. Diperkirakan ada puluhan ribu perempuan dan anak-anak yang terkait dengan ISIS, sebagian besar adalah warga negara asing yang berasal dari lebih dari 60 negara. Mereka hidup dalam kondisi yang memprihatinkan, dengan akses terbatas terhadap air bersih, makanan, sanitasi, dan layanan kesehatan. Situasi ini memicu krisis kemanusiaan yang mendalam dan menjadi lahan subur bagi penyebaran ideologi ekstremis.
Anak-anak yang lahir atau dibesarkan di kamp-kamp ini menghadapi masa depan yang suram, sering kali tanpa identitas hukum dan rentan terhadap radikalisasi lebih lanjut. Lembaga-lembaga kemanusiaan internasional telah berulang kali menyuarakan kekhawatiran tentang “generasi yang hilang” ini, yang mungkin tumbuh dengan kebencian dan keinginan untuk membalas dendam jika tidak ada intervensi yang tepat.
Di sisi lain, ancaman keamanan dari para pejuang dewasa tidak bisa dianggap remeh. Upaya melarikan diri, pemberontakan internal, dan potensi koordinasi serangan dari luar merupakan kekhawatiran nyata. Beberapa insiden telah terjadi di masa lalu, menunjukkan kerentanan fasilitas penahanan ini terhadap serangan.
“Keberadaan kamp-kamp ini adalah bom waktu yang nyata. Setiap hari, potensi radikalisasi semakin dalam, dan kita berisiko menciptakan generasi teroris berikutnya jika tidak ada solusi komprehensif. Suriah sendiri tidak bisa menanggung beban ini sendirian.”
Tekanan Internasional dan Jalan Buntu Repatriasi
Dilema Suriah diperparah oleh tekanan dari komunitas internasional. Banyak negara asal enggan untuk merepatriasi warga negaranya, terutama perempuan dan anak-anak, karena kekhawatiran keamanan, tantangan hukum, dan stigma sosial. Proses repatriasi yang lambat dan berbelit-belit telah meninggalkan ribuan orang tanpa kewarganegaraan atau harapan untuk kembali ke rumah mereka.
Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan berbagai lembaga hak asasi manusia terus mendesak negara-negara untuk mengambil kembali warganya, dengan alasan bahwa menahan mereka dalam kondisi saat ini merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan justru memperburuk masalah keamanan dalam jangka panjang. Namun, sebagian besar negara hanya merepatriasi sejumlah kecil warga negara mereka, meninggalkan ribuan lainnya dalam ketidakpastian.
Pemerintah Suriah sendiri menghadapi keterbatasan sumber daya untuk mengelola dan memelihara kamp-kamp ini secara berkelanjutan. Biaya operasional, keamanan, dan penyediaan kebutuhan dasar sangat besar, membebani ekonomi negara yang sudah rapuh akibat konflik bertahun-tahun. Tanpa dukungan internasional yang signifikan dan solusi jangka panjang, situasi ini diperkirakan akan terus memburuk, menjadikan kamp-kamp penahanan ISIS di Suriah sebagai salah satu masalah geopolitik paling mendesak di Timur Tengah saat ini.
Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya 👉
Beranda
