Setahun Pasca Revolusi: Bangladesh Terjebak Frustrasi di Tengah Janji Tertunda

DHAKA, Bangladesh – Tepat setahun setelah periode transformatif yang dijanjikan akan membawa perubahan mendasar, Bangladesh kini menghadapi gelombang frustrasi yang meningkat. Harapan akan masa depan yang lebih cerah, yang membakar semangat jutaan orang untuk berpartisipasi dalam “Gerakan Pembaruan Nasional” tahun lalu, kini mulai memudar digantikan oleh kekecewaan atas lambannya progres dan janji-janji yang tak kunjung terpenuhi.
Pada 14 August 2025, suasana di ibu kota Dhaka dan kota-kota besar lainnya terasa berbeda dari euforia yang menyelimuti negara ini setahun yang lalu. Rakyat yang pernah bersatu menuntut reformasi kini dihadapkan pada realitas pahit: pemilihan umum yang dijanjikan masih berbulan-bulan lagi, ekonomi yang terus terpuruk, dan persoalan-persoalan klasik yang akrab terasa tak berubah.
Janji Perubahan yang Tertatih
Gerakan yang sebelumnya disebut banyak pihak sebagai “revolusi” ini, meski tidak melibatkan pertumpahan darah secara luas, telah berhasil mengubah lanskap politik dan menumbuhkan optimisme publik akan era baru transparansi, akuntabilitas, dan kesejahteraan. Namun, setahun berselang, laju perubahan terasa begitu lambat, memicu pertanyaan tentang komitmen pemerintah transisi dan kapasitasnya untuk memenuhi ekspektasi rakyat.
Salah satu poin krusial adalah penundaan pemilihan umum. Awalnya dijanjikan akan diselenggarakan dalam waktu enam bulan setelah pembentukan pemerintahan sementara, kini jadwalnya terus mundur, memicu spekulasi dan kecurigaan di kalangan oposisi dan masyarakat sipil. Penundaan ini telah mengikis kepercayaan publik, yang melihatnya sebagai taktik untuk mengonsolidasikan kekuasaan atau menghindari pertanggungjawaban.
“Kami dulu turun ke jalan dengan harapan besar akan masa depan yang lebih baik. Setahun berlalu, rasanya seperti kami kembali ke titik awal, hanya dengan rasa kecewa yang lebih dalam. Janji-janji itu terasa hampa,” ungkap Anjali Devi, seorang guru sekolah dasar dan aktivis masyarakat yang turut berpartisipasi dalam gerakan tahun lalu.
Birokrasi yang berbelit, kurangnya koordinasi antarlembaga, dan dugaan masih adanya praktik korupsi di tingkat bawah disebut-sebut sebagai faktor utama yang menghambat implementasi reformasi yang dijanjikan. Proyek-proyek pembangunan mangkrak, dan inisiatif-inisiatif untuk meningkatkan kualitas layanan publik berjalan sangat lambat, jauh dari kecepatan yang diharapkan oleh masyarakat.
Badai Ekonomi dan Persoalan Klasik
Di samping kemandekan politik, kondisi ekonomi Bangladesh juga menjadi sorotan utama. Inflasi yang meroket telah menekan daya beli masyarakat, terutama kalangan menengah ke bawah. Harga kebutuhan pokok melambung tinggi, dan banyak keluarga kesulitan memenuhi kebutuhan dasar mereka. Angka pengangguran, terutama di kalangan pemuda, juga menunjukkan tren yang mengkhawatirkan, menambah lapisan frustrasi di tengah masyarakat.
“Kondisi ekonomi saat ini sangat berat. Kami melihat banyak usaha kecil dan menengah gulung tikar, investasi asing pun cenderung menahan diri karena ketidakpastian politik,” jelas Dr. Rahman Khan, seorang ekonom dari Universitas Dhaka. “Pemerintah harus segera mengambil langkah konkret untuk menstabilkan harga dan menciptakan iklim investasi yang kondusif, bukan hanya berjanji.”
Selain itu, persoalan-persoalan klasik yang telah lama membayangi Bangladesh, seperti kesenjangan sosial yang tajam, masalah infrastruktur yang belum memadai, dan tantangan dalam penegakan hukum, masih belum menunjukkan perbaikan signifikan. Ini menambah kesan bahwa “revolusi” yang terjadi hanyalah perubahan kulit, tanpa menyentuh akar masalah yang sesungguhnya.
Kekecewaan yang meluas ini menimbulkan kekhawatiran akan stabilitas sosial di Bangladesh. Para pengamat politik menyerukan agar pemerintah segera mengambil langkah-langkah konkret dan transparan untuk memenuhi janji-janjinya, terutama terkait pelaksanaan pemilu yang bebas dan adil, serta perbaikan kondisi ekonomi. Tanpa respons yang cepat dan efektif, gelombang frustrasi ini berpotensi menjadi ancaman serius bagi perjalanan demokrasi Bangladesh di masa depan.
Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya 👉
Beranda