September 8, 2025

LOKAL TIMES

Update Terus, Gak Ketinggalan Zaman!

Konflik 12 Hari Mengubah Iran: Antara Balas Dendam dan Stabilitas Regional

Ketegangan di Timur Tengah mencapai puncaknya setelah apa yang disebut sebagai “perang 12 hari” pada bulan Juni lalu, sebuah eskalasi militer yang secara dramatis mengubah dinamika perang bayangan antara Israel dan Iran. Insiden ini, yang melibatkan serangkaian serangan udara, serangan siber, dan dugaan operasi sabotase, telah mendorong Republik Islam ke persimpangan jalan, di mana masyarakat dan elit politiknya terpecah antara seruan untuk membalas dendam dan desakan untuk memprioritaskan stabilitas di tengah gejolak regional.

Sebelumnya, rivalitas antara Teheran dan Tel Aviv sebagian besar dimainkan melalui proksi di Suriah, Lebanon, atau Yaman, serta melalui operasi rahasia dan serangan siber yang jarang diakui secara terbuka. Namun, konflik 12 hari yang terjadi pada Juni telah membawa konfrontasi ini ke permukaan, dengan laporan mengenai pertukaran serangan langsung yang signifikan, meskipun tidak ada pihak yang secara resmi mengklaim tanggung jawab penuh. Eskalasi ini memicu kekhawatiran global akan potensi perang terbuka yang dapat mengguncang seluruh kawasan.

Latar Belakang Eskalasi: Perang Bayangan Menjadi Nyata

Selama bertahun-tahun, Israel dan Iran telah terlibat dalam apa yang secara luas dikenal sebagai “perang bayangan,” sebuah konflik tanpa deklarasi resmi namun ditandai oleh serangan tersembunyi, sabotase fasilitas nuklir Iran, pembunuhan ilmuwan top, dan dukungan Israel terhadap kelompok-kelompok oposisi, sementara Iran mendukung milisi proksi seperti Hizbullah di Lebanon dan berbagai kelompok di Gaza. Perang 12 hari pada bulan Juni secara signifikan melampaui batas-batas konflik bayangan ini.

Menurut analisis awal, pemicu konflik tersebut bervariasi, mulai dari dugaan serangan siber terhadap infrastruktur vital hingga serangan rudal yang diklaim diluncurkan dari wilayah Iran atau proksinya ke target-target Israel, yang kemudian dibalas dengan serangan udara intensif terhadap sasaran di Suriah dan mungkin di dalam Iran sendiri. Skala dan intensitas pertukaran serangan tersebut mengejutkan banyak pengamat, yang khawatir bahwa garis merah telah dilewati, membuka babak baru dalam konflik yang sudah tegang. Dampak psikologis terhadap penduduk sipil Iran sangat terasa, dengan laporan-laporan yang menggambarkan suasana kecemasan dan ketidakpastian.

Divided Opinion: Seruan Balas Dendam vs. Prioritas Stabilitas

Pasca-konflik, masyarakat Iran menunjukkan perpecahan yang jelas mengenai langkah selanjutnya. Satu faksi, yang didominasi oleh elemen-elemen garis keras dalam Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) dan beberapa politisi konservatif, mendesak tanggapan yang tegas dan langsung terhadap Israel. Mereka berpendapat bahwa ketidaktindakan akan dianggap sebagai kelemahan dan akan mengundang agresi lebih lanjut, menuntut pembalasan demi menjaga kehormatan nasional dan kredibilitas sebagai kekuatan regional. Media-media yang terafiliasi dengan faksi ini secara aktif menyuarakan narasi perlawanan dan pembalasan.

Di sisi lain, faksi yang lebih pragmatis, termasuk banyak warga sipil, akademisi, dan reformis, menyerukan kehati-hatian dan de-eskalasi. Mereka khawatir bahwa balasan yang agresif hanya akan memperdalam keterlibatan Iran dalam konflik yang mahal, memperburuk kondisi ekonomi yang sudah sulit akibat sanksi internasional, dan berpotensi menarik Iran ke dalam perang yang lebih besar. Bagi mereka, prioritas utama adalah stabilitas domestik, perbaikan ekonomi, dan pencabutan sanksi, yang semua itu akan terancam oleh eskalasi militer lebih lanjut. Masyarakat sudah lelah dengan konflik. Kami ingin hidup normal, membangun ekonomi, dan melihat masa depan yang lebih baik untuk anak-anak kami, bukan terlibat dalam siklus balas dendam yang tak berujung, ujar seorang analis politik di Teheran kepada media lokal 06 September 2025.

“Perang 12 hari ini telah menempatkan Iran di persimpangan jalan yang sangat sulit. Ada tekanan internal yang kuat dari faksi garis keras untuk membalas, namun ada juga kesadaran bahwa eskalasi lebih lanjut dapat memiliki konsekuensi yang menghancurkan bagi negara yang sudah terisolasi secara ekonomi. Keputusan yang diambil Teheran dalam beberapa minggu mendatang akan menentukan arah kebijakan luar negeri dan domestiknya untuk waktu yang lama.”

— Dr. Hamid Reza, Pengamat Hubungan Internasional di Universitas Teheran

Ketegangan ini menyoroti dilema mendalam yang dihadapi kepemimpinan Iran saat ini. Meskipun retorika anti-Israel tetap menjadi pilar kebijakan luar negeri mereka, realitas ekonomi dan sosial di dalam negeri menuntut pendekatan yang lebih hati-hati. Bagaimana Iran akan menyeimbangkan tuntutan internal untuk balas dendam dengan kebutuhan mendesak untuk menjaga stabilitas dan menghindari konfrontasi yang lebih besar akan menjadi kunci dalam menentukan masa depan regional.


Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya 👉
Beranda

Copyright © All rights reserved. | Newsphere by AF themes.