Hamas Bertahan: Serangan Gaza Dipertanyakan Efektivitasnya oleh Sebagian Pejabat Israel
Serangan militer Israel yang intensif di Jalur Gaza, khususnya di wilayah Kota Gaza, bertujuan untuk melumpuhkan kelompok militan Hamas secara tuntas. Namun, di tengah gempuran masif yang telah berlangsung selama berbulan-bulan, laporan dan analisis dari lapangan menunjukkan bahwa Hamas masih mempertahankan kemampuannya untuk melakukan perlawanan, memicu pertanyaan di kalangan pejabat Israel sendiri mengenai potensi “pukulan telak” yang dijanjikan. 20 September 2025 menandai fase krusial dari konflik yang telah berlangsung sejak serangan lintas batas Hamas pada 7 Oktober lalu.
Operasi darat dan udara Israel di Gaza telah menyebabkan kehancuran yang meluas, dengan infrastruktur sipil dan militer menjadi target. Militer Israel (IDF) telah berulang kali mengklaim berhasil menghancurkan jaringan terowongan yang ekstensif, pusat komando, dan gudang senjata Hamas, serta menewaskan ribuan anggotanya. Penekanan utama operasi ini adalah Kota Gaza, yang oleh Israel dianggap sebagai pusat kekuatan, markas politik, dan pusat kendali operasional Hamas, dengan keyakinan bahwa kehancurannya akan menjadi pukulan fatal bagi kelompok tersebut.
Sebagian pejabat tinggi keamanan dan militer Israel, meskipun mengakui kemajuan signifikan yang telah dicapai dalam melumpuhkan sebagian besar kemampuan Hamas, percaya bahwa operasi di Kota Gaza akan memberikan pukulan yang “menentukan” terhadap kelompok tersebut, secara efektif mengakhiri kemampuannya sebagai kekuatan tempur yang terorganisir. Mereka berpendapat bahwa penghancuran basis-basis utama Hamas di perkotaan, bersama dengan pemusnahan sebagian besar kepemimpinan dan pejuangnya, akan memaksa kelompok itu ke mode defensif yang tidak signifikan atau bahkan bubar. Keyakinan ini didasarkan pada asumsi bahwa kehilangan kendali atas wilayah kunci akan melemahkan moral dan struktur komando mereka secara permanen.
Kekuatan Perlawanan Hamas yang Berlanjut
Namun, di lapangan, kenyataan menunjukkan narasi yang lebih kompleks. Meskipun mengalami kerugian besar dalam hal personel dan infrastruktur, Hamas terus menunjukkan kapasitasnya untuk melancarkan serangan dan manuver gerilya. Laporan dari sumber-sumber militer Israel sendiri dan jurnalis di lapangan mengindikasikan bahwa pasukan Israel masih menghadapi penyergapan mendadak, tembakan roket jarak dekat, dan penggunaan bahan peledak improvisasi (IED) di area yang sebelumnya telah “dibersihkan” dan dinyatakan aman. Taktik gerilya ini, yang memanfaatkan medan perkotaan yang hancur dan jaringan terowongan yang masih ada, menjadi tantangan signifikan bagi kemajuan pasukan darat Israel dan memperlambat upaya mereka untuk mengamankan wilayah.
Keberlanjutan perlawanan ini menimbulkan keraguan serius tentang seberapa “telak” pukulan yang sebenarnya telah diberikan terhadap Hamas. Jika kelompok ini masih mampu melakukan serangan terkoordinasi dan mengganggu operasi militer Israel di beberapa titik, hal itu menunjukkan bahwa struktur inti mereka, atau setidaknya kemampuan adaptasi dan regenerasi mereka, belum sepenuhnya hancur. Ini bukan hanya masalah taktik militer, tetapi juga pertanyaan ideologi dan dukungan populasi; kelompok militan seringkali dapat meregenerasi kekuatannya jika akar penyebab konflik dan dukungan dari sebagian penduduk masih ada, bahkan di tengah kehancuran.
“Melenyapkan sebuah kelompok militan yang berakar kuat di tengah populasi sipil adalah tugas yang sangat sulit, bahkan dengan kekuatan militer yang superior sekalipun,” ujar seorang analis pertahanan regional yang tidak disebutkan namanya, menekankan kompleksitas konflik. “Strategi penghancuran infrastruktur mungkin efektif dalam jangka pendek, tetapi ideologi perlawanan seringkali jauh lebih tangguh dan sulit diberantas.”
Prospek dan Tantangan ke Depan
Implikasi dari perlawanan Hamas yang berkelanjutan ini sangat besar bagi prospek konflik di Gaza. Hal ini mempersulit visi Israel untuk “hari setelahnya” atau “post-conflict Gaza” dan menimbulkan pertanyaan tentang berapa lama lagi operasi militer akan berlangsung dan dengan biaya kemanusiaan yang seperti apa. Komunitas internasional, yang semakin khawatir dengan krisis kemanusiaan yang memburuk, terus menyerukan gencatan senjata segera dan solusi jangka panjang yang tidak hanya berfokus pada aspek militer, tetapi juga pada stabilitas regional dan masa depan warga Palestina.
Di tengah kehancuran yang tak terperikan dan jatuhnya ribuan korban sipil, perdebatan internal di Israel mengenai efektivitas strategi perang mereka semakin mengemuka. Meskipun pemerintah bersikeras pada tujuan untuk melenyapkan Hamas sepenuhnya, realitas di lapangan menunjukkan bahwa hal itu mungkin memerlukan waktu yang jauh lebih lama dan upaya yang lebih besar dari perkiraan awal, atau bahkan mungkin tidak dapat dicapai secara militer semata tanpa solusi politik yang komprehensif. Konflik Gaza, pada 20 September 2025, tampaknya jauh dari kata usai, dengan kedua belah pihak masih berpegang teguh pada tujuan mereka, namun dengan biaya yang semakin memilukan bagi semua yang terlibat.
Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya 👉
Beranda
