Israel di Persimpangan Jalan: Perpecahan Internal dan Tekanan Internasional
        Konflik yang berkepanjangan antara Israel dan Palestina, yang memuncak dengan perang di Gaza sejak Oktober lalu, telah membawa Israel ke sebuah persimpangan krusial. Lebih dari sekadar tantangan keamanan eksternal, perang ini telah mengikis citra diri Israel di mata dunia dan memperdalam keretakan internal yang mengancam kohesi sosial dan politiknya. Apa yang awalnya dipersepsikan sebagai respons bersatu terhadap ancaman, kini telah berubah menjadi ujian berat bagi fondasi negara.
Perpecahan Internal yang Menganga
Di dalam negeri, Israel tengah menghadapi gelombang perpecahan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Lanskap politik telah terfragmentasi, dengan perbedaan tajam antara pemerintah koalisi sayap kanan dan oposisi sentris. Demonstrasi massal menuntut pengunduran diri Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, kesepakatan pembebasan sandera, serta perubahan arah kebijakan terus berlanjut di berbagai kota. Masyarakat Israel terbagi atas cara penanganan perang, prioritas nasional, dan visi masa depan negara.
Ketegangan juga terasa di antara berbagai kelompok sosial: sekuler dan ultra-Ortodoks, Yahudi dan Arab Israel, serta mereka yang berpandangan keras dan moderat terkait konflik. Perdebatan sengit muncul mengenai siapa yang bertanggung jawab atas kegagalan intelijen pada 7 Oktober, beban pengorbanan militer, dan arah strategis pasca-perang di Gaza. Institusi keamanan, yang secara tradisional dihormati, kini juga menghadapi kritik dan keraguan publik, menciptakan atmosfer ketidakpastian dan ketidakpercayaan di tengah populasi yang lelah secara emosional.
Isolasi Internasional yang Memburuk
Pada saat yang sama, posisi Israel di panggung internasional semakin terisolasi. Respons militer di Gaza, yang telah menyebabkan puluhan ribu korban jiwa sipil dan krisis kemanusiaan yang parah, menuai kecaman luas dari berbagai penjuru dunia. Sekutu tradisional, termasuk Amerika Serikat dan negara-negara Eropa, menyuarakan keprihatinan serius dan tekanan untuk gencatan senjata meningkat. Tuntutan hukum di Mahkamah Internasional (ICJ) dan Mahkamah Pidana Internasional (ICC) semakin memperumit posisi diplomatik Israel.
“Sejak 06 October 2025, citra Israel di mata dunia telah terkikis ke tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya. Konflik ini tidak hanya dipertaruhkan di medan perang, tetapi juga di pengadilan opini publik global, dan sayangnya, kami kehilangan banyak dukungan,” kata seorang pengamat politik internasional.
Di kawasan, proses normalisasi hubungan dengan beberapa negara Arab yang telah dibangun dengan susah payah terhenti, bahkan berpotensi mundur. Gerakan boikot, divestasi, dan sanksi (BDS) mendapatkan momentum baru di universitas dan lembaga di seluruh dunia, mengancam ekonomi dan reputasi Israel. Tekanan global ini tidak hanya bersifat diplomatik, tetapi juga budaya dan ekonomi, menempatkan Israel dalam posisi yang sangat rentan.
Situasi ini menghadirkan tantangan ganda bagi Israel: mengatasi perpecahan internal sambil menavigasi tekanan eksternal yang masif. Bagaimana negara ini akan membentuk identitasnya di masa depan, menghadapi ancaman keamanan, dan memulihkan posisinya di dunia akan sangat bergantung pada bagaimana kepemimpinan dan rakyatnya merespons krisis multidimensional yang sedang berlangsung ini. Masa depan Israel, lebih dari sebelumnya, berada di persimpangan yang krusial.
Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya 👉
Beranda
