Dua Tahun Tragedi 7 Oktober: Israel dalam Isolasi, Gaza Terluka, Perundingan Buntu
        Dua tahun pasca-serangan mematikan yang dipimpin Hamas pada 7 Oktober, Israel memperingati tonggak suram ini dalam suasana yang dilingkupi kesedihan mendalam dan ketidakpastian. Momen peringatan ini terjadi di tengah perundingan perdamaian yang belum mencapai titik terang, nasib sandera yang masih ditahan di Gaza, lebih dari 67.000 warga Palestina tewas, serta posisi Israel yang semakin terisolasi di panggung internasional.
Pada 7 Oktober dua tahun lalu, serangan lintas batas yang mengejutkan dari Jalur Gaza menewaskan sekitar 1.200 orang di Israel dan menyebabkan ratusan lainnya disandera, memicu respons militer besar-besaran dari Israel. Peristiwa tersebut tidak hanya mengguncang Israel hingga ke intinya tetapi juga memicu konflik berkepanjangan yang telah menelan korban jiwa tak terhitung dan menyebabkan krisis kemanusiaan parah di Jalur Gaza. Hingga 08 October 2025, sebagian besar sandera masih berada dalam penahanan di Gaza, menjadi tawar-menawar utama dalam negosiasi yang kompleks.
Pemerintah Israel menegaskan kembali komitmennya untuk membawa pulang semua sandera dan menghancurkan kemampuan militer Hamas. Namun, dua tahun berlalu, tujuan-tujuan tersebut masih jauh dari tercapai sepenuhnya. Keluarga sandera terus melancarkan demonstrasi, menuntut tindakan lebih cepat dari pemerintah untuk mengamankan pembebasan orang yang mereka cintai, menciptakan tekanan domestik yang signifikan terhadap kepemimpinan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
Bayangan Tragedi dan Krisis Kemanusiaan di Gaza
Di sisi lain perbatasan, Jalur Gaza telah menjadi saksi bisu kehancuran yang tak terbayangkan. Data menunjukkan lebih dari 67.000 warga Palestina telah tewas sejak dimulainya konflik, sebagian besar adalah wanita dan anak-anak, dengan puluhan ribu lainnya terluka. Angka ini mencerminkan dampak dahsyat operasi militer Israel yang berlangsung tiada henti, yang diklaim bertujuan menargetkan infrastruktur Hamas tetapi menyebabkan kerusakan kolateral yang masif.
Blokade ketat dan serangan yang terus-menerus telah melumpuhkan infrastruktur sipil Gaza, termasuk rumah sakit, sekolah, dan jaringan pasokan air serta listrik. PBB dan berbagai organisasi kemanusiaan berulang kali memperingatkan tentang krisis kemanusiaan yang akut, dengan jutaan orang menghadapi kelaparan, penyakit, dan pengungsian. Sebagian besar penduduk Gaza terpaksa meninggalkan rumah mereka, hidup di kamp-kamp pengungsian yang padat dan tidak layak.
“Situasi di Gaza saat ini adalah salah satu bencana kemanusiaan terburuk dalam sejarah modern. Angka korban jiwa yang fantastis dan kehancuran sistemik menuntut perhatian serius dari komunitas internasional. Tanpa solusi politik yang adil dan berkelanjutan, penderitaan ini tidak akan pernah berakhir,” ujar seorang analis konflik regional kepada media nasional.
Perundingan Buntu dan Isolasi Internasional Israel
Perundingan perdamaian untuk mencapai gencatan senjata dan pembebasan sandera, yang dimediasi oleh Mesir, Qatar, dan Amerika Serikat, seringkali berada dalam kebuntuan. Tuntutan dari kedua belah pihak masih jauh dari kesepakatan, dengan Hamas menuntut penghentian total serangan dan penarikan pasukan Israel dari Gaza, sementara Israel bersikeras untuk melanjutkan operasi militernya sampai tujuan keamanannya tercapai.
Secara internasional, posisi Israel semakin terisolasi. Kecaman global meningkat atas jumlah korban sipil yang tinggi dan krisis kemanusiaan di Gaza. Banyak negara dan organisasi internasional telah menuntut gencatan senjata segera dan akses tanpa hambatan untuk bantuan kemanusiaan. Israel menghadapi tuntutan di Mahkamah Internasional (ICJ) atas tuduhan genosida dan penyelidikan oleh Mahkamah Pidana Internasional (ICC) atas dugaan kejahatan perang.
Hubungan Israel dengan sekutu-sekutu utamanya, termasuk Amerika Serikat, juga menunjukkan tanda-tanda ketegangan, meskipun dukungan militer tetap kuat. Opini publik global beralih, dan protes massal menentang tindakan Israel telah terjadi di berbagai kota di seluruh dunia. Dua tahun setelah serangan 7 Oktober, kawasan ini tetap terperangkap dalam siklus kekerasan, dengan prospek perdamaian yang terlihat semakin jauh.
Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya 👉
Beranda
