Ribuan Warga Gaza Utara Kembali Pasca Gencatan Senjata, Hadapi Kehancuran Penuh
Ribuan warga Palestina dilaporkan mulai bergerak kembali menuju wilayah utara Jalur Gaza, termasuk Kota Gaza, pada 11 October 2025, menyusul gencatan senjata yang berlangsung. Langkah ini diambil di tengah harapan tipis untuk menemukan sisa-sisa kehidupan mereka, namun dihadapkan pada realitas kehancuran yang luas dan sistematis setelah berbulan-bulan konflik bersenjata.
Perjalanan ini, yang sering kali dilakukan dengan berjalan kaki atau kendaraan seadanya, penuh dengan risiko dan kesulitan. Jalan-jalan dipenuhi puing-puing, bangunan-bangunan luluh lantak, dan lanskap yang dulunya ramai kini menjadi gurun beton. Warga yang kembali berasal dari berbagai daerah penampungan sementara di selatan, didorong oleh kerinduan akan tanah kelahiran mereka dan keinginan untuk menilai sendiri kerusakan yang terjadi.
Realita Kehancuran dan Pencarian Kehidupan
Setibanya di wilayah utara, banyak yang mendapati pemandangan yang lebih buruk dari yang mereka bayangkan. Lingkungan tempat tinggal mereka kini rata dengan tanah, dan apa yang tersisa dari rumah-rumah mereka hanyalah tumpukan puing. Infrastruktur dasar seperti jaringan air, listrik, dan sanitasi telah hancur total, membuat wilayah tersebut praktis tidak layak huni.
Di tengah reruntuhan, terlihat warga yang dengan cemas mencari barang-barang berharga yang mungkin masih tersisa, menggali di antara puing-puing untuk menemukan kenangan atau sisa-sisa harta benda. Emosi yang campur aduk antara harapan, kesedihan, dan kemarahan sangat terasa di antara mereka.
“Saya hanya ingin tahu apakah rumah saya masih berdiri. Kami kehilangan segalanya, tapi kami harus kembali. Ini tanah kami, dan kami tidak punya tempat lain untuk pergi,” ujar Khalil Abu Safiya, seorang warga yang berjalan kaki bersama keluarganya, dikutip dari laporan di lokasi.
Kisah-kisah serupa bergema dari banyak keluarga yang putus asa, yang kini harus menghadapi kenyataan pahit bahwa rumah mereka mungkin tidak akan pernah bisa dihuni lagi. Sekolah, rumah sakit, dan masjid yang dulunya menjadi pusat kehidupan komunitas juga banyak yang telah menjadi puing.
Tantangan Kemanusiaan di Tengah Ketidakpastian
Kembalinya ribuan warga ini memicu kekhawatiran serius mengenai krisis kemanusiaan yang akan semakin parah. Tanpa akses ke air bersih, makanan, tempat tinggal yang layak, dan fasilitas kesehatan yang memadai, kondisi kehidupan mereka diperkirakan akan sangat sulit. Organisasi kemanusiaan telah memperingatkan bahwa wilayah utara Gaza tidak siap untuk menampung pengungsi yang kembali, mengingat kerusakan masif dan blokade yang masih membatasi masuknya bantuan.
Risiko penyebaran penyakit juga meningkat drastis akibat kurangnya sanitasi dan penumpukan sampah di jalanan. PBB dan lembaga internasional lainnya telah menyerukan akses bantuan kemanusiaan yang tidak terbatas ke seluruh Jalur Gaza untuk mencegah bencana yang lebih besar. Namun, tantangan logistik dan keamanan tetap menjadi hambatan utama.
Situasi ini menggambarkan dilema yang mendalam bagi warga Palestina: kembali ke tanah air yang hancur atau tetap berada di pengungsian dengan kondisi yang serba terbatas. Di tengah puing-puing dan ketidakpastian, harapan untuk membangun kembali kehidupan dan masa depan yang lebih baik terasa sangat jauh, membutuhkan upaya rekonstruksi berskala besar dan dukungan internasional yang berkelanjutan.
Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya 👉
Beranda
