November 4, 2025

LOKAL TIMES

Update Terus, Gak Ketinggalan Zaman!

Di Balik Bayang-bayang Assad: Elite Rezim Suriah Kabur dari Jeratan Hukum

Ketika tirai kekuasaan rezim Bashar al-Assad di Suriah mulai runtuh dan negara itu terjerumus dalam jurang konflik, perhatian dunia tertuju pada upaya pelarian sang presiden sendiri. Namun, di tengah hiruk-pikuk kekacauan dan mata internasional yang terpaku pada satu figur sentral, sebuah eksodus massal para pejabat kunci yang menjadi arsitek di balik kekejaman rezim Assad berlangsung nyaris tanpa terdeteksi. Pelarian senyap para kaki tangan utama ini kini menyisakan pertanyaan besar tentang keadilan dan pertanggungjawaban.

Para pejabat tingkat tinggi ini, yang selama bertahun-tahun membantu Assad menekan perbedaan pendapat dan melancarkan operasi militer brutal terhadap warga sipil, berhasil menyelinap keluar dari Suriah. Mereka membawa serta rahasia-rahasia gelap dan menghindari potensi penangkapan atau tuntutan hukum internasional. Fenomena ini, yang kontras dengan perhatian intens yang diberikan pada setiap gerakan Assad, menyoroti celah signifikan dalam sistem keadilan internasional dan pengawasan saat konflik mencapai puncaknya.

Pelarian Senyap Para Arsitek Kekejaman

Laporan awal mengindikasikan bahwa sementara fokus global tertuju pada kemungkinan Bashar al-Assad mencari suaka atau melarikan diri, lingkaran dalamnya memanfaatkan kekacauan untuk mengatur pelarian mereka sendiri. Ini bukan hanya tentang pejabat rendahan, melainkan individu-individu yang memegang kunci pada struktur keamanan, intelijen, dan militer Suriah. Mereka adalah para jenderal yang memerintahkan unit-unit yang dituduh melakukan kejahatan perang, kepala badan intelijen yang bertanggung jawab atas penahanan dan penyiksaan massal, serta pejabat keuangan yang menyokong mesin perang rezim.

Modus operandi pelarian mereka diduga bervariasi. Beberapa kemungkinan menggunakan jaringan pribadi atau diplomatik, melintasi perbatasan darat ke negara-negara tetangga yang mungkin memiliki hubungan longgar dengan rezim Suriah, atau bahkan terbang dengan jet pribadi dari bandara-bandara kecil yang kurang diawasi. Kurangnya koordinasi antarbadan intelijen internasional, ditambah dengan prioritas penegakan hukum yang terfokus pada tokoh utama, menciptakan jendela peluang bagi para “kaki tangan” ini untuk menghilang ke dalam bayang-bayang. Sumber-sumber intelijen yang tidak disebutkan namanya menunjukkan bahwa beberapa mungkin telah mencari perlindungan di negara-negara yang tidak memiliki perjanjian ekstradisi dengan kekuatan Barat atau bahkan dengan negara-negara yang secara diam-diam mendukung kelangsungan rezim.

Dugaan ini mengemuka di tengah berbagai upaya yang dilancarkan oleh organisasi hak asasi manusia dan pemerintah asing untuk mengumpulkan bukti kejahatan perang di Suriah. Ribuan dokumen dan kesaksian korban telah dikumpulkan, dengan harapan suatu hari nanti keadilan akan ditegakkan. Namun, dengan menghilangnya para terduga pelaku utama, proses ini menjadi jauh lebih rumit, menyisakan pertanyaan tentang seberapa efektif upaya internasional dalam memastikan akuntabilitas bagi kejahatan yang paling serius.

Jejak Impunitas dan Keadilan yang Terlupakan

Pelarian elite rezim Suriah ini menimbulkan bayang-bayang impunitas yang panjang atas kejahatan brutal yang dituduhkan terhadap mereka. Bagi para korban konflik Suriah—jutaan pengungsi, ribuan tahanan politik, dan keluarga yang kehilangan orang yang dicintai—berita tentang pelarian ini adalah pukulan telak. Mereka telah berharap bahwa para pelaku kekerasan akan menghadapi pengadilan atas peran mereka dalam perang saudara yang telah merenggut ratusan ribu nyawa sejak 2011.

“Pelarian para petinggi ini adalah tamparan keras bagi setiap korban kekejaman rezim. Ini mengirimkan pesan berbahaya bahwa mereka yang berada di puncak rantai komando bisa menghindari pertanggungjawaban, hanya dengan menghilang di saat-saat kritis. Keadilan harus ditemukan, tidak peduli berapa lama waktu yang dibutuhkan,” ujar Dr. Aisha Rahman, seorang analis konflik dari Geneva Centre for Human Rights, dalam sebuah pernyataan kepada media 17 October 2025.

Tantangan untuk membawa mereka ke pengadilan sangat besar. Meskipun Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) dibentuk untuk mengadili kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan genosida, Suriah bukanlah negara anggota, yang berarti ICC tidak memiliki yurisdiksi kecuali Dewan Keamanan PBB merujuk kasus tersebut—langkah yang berulang kali diveto oleh Rusia dan Tiongkok. Ini memaksa negara-negara lain untuk mengandalkan prinsip yurisdiksi universal, di mana kejahatan tertentu dapat diadili di pengadilan nasional mana pun, terlepas dari di mana kejahatan itu dilakukan atau kebangsaan pelaku.

Namun, proses ini lambat, mahal, dan sering kali terhalang oleh kendala politik serta kurangnya bukti yang dapat digunakan di pengadilan. Sementara upaya untuk melacak dan menuntut para pelaku kejahatan terus berlanjut di berbagai yurisdiksi, pelarian yang tak terdeteksi dari begitu banyak pejabat kunci Suriah menggarisbawahi kegagalan sistemik untuk mengamankan keadilan saat peluang itu ada. Ini adalah pengingat pahit bahwa di tengah kekacauan konflik, kesempatan untuk menegakkan keadilan bisa hilang begitu saja, meninggalkan luka yang mendalam bagi para korban dan preseden yang mengkhawatirkan bagi konflik masa depan.


Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya 👉
Beranda

Copyright © All rights reserved. | Newsphere by AF themes.