Keraguan Global Membayangi Pembentukan Pasukan Keamanan Gaza
21 October 2025 – Gagasan untuk menempatkan pasukan keamanan internasional di Jalur Gaza, sebuah proposal kunci dalam rencana perdamaian yang digagas pemerintahan mantan Presiden AS Donald Trump, menghadapi rintangan signifikan. Sejumlah negara yang potensial diminta untuk berkontribusi pada misi tersebut kini menunjukkan keengganan kuat, menyoroti kekhawatiran mendalam mengenai bahaya yang mengancam, ketidakjelasan mandat, serta risiko persepsi sebagai kekuatan pendudukan di wilayah yang bergejolak.
Rencana perdamaian Trump, yang dikenal sebagai “Kesepakatan Abad Ini” atau “Peace to Prosperity,” membayangkan sebuah kehadiran keamanan multinasional untuk menjaga stabilitas di Gaza, sebuah wilayah yang telah lama menjadi pusat konflik dan krisis kemanusiaan. Tujuan utamanya adalah untuk memastikan demiliterisasi Hamas dan kelompok militan lainnya, sekaligus menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan ekonomi dan pemerintahan yang lebih stabil. Namun, implementasi visi ambisius ini terganjal oleh kehati-hatian yang meluas di kalangan komunitas internasional.
Tantangan Misi Keamanan Internasional
Salah satu kekhawatiran utama yang diungkapkan oleh negara-negara prospektif adalah tingkat bahaya yang sangat tinggi. Jalur Gaza adalah wilayah padat penduduk dengan sejarah konflik yang intens, di mana kelompok militan seperti Hamas memiliki kontrol operasional dan persenjataan yang signifikan. Pengiriman pasukan asing ke lingkungan yang demikian berpotensi menyeret mereka ke dalam bentrokan langsung yang tidak hanya mengancam jiwa personel tetapi juga dapat memperkeruh situasi keamanan secara keseluruhan. Risiko serangan asimetris, termasuk ranjau darat, roket, dan serangan gerilya, menjadi pertimbangan serius.
Selain ancaman keamanan fisik, ketidakjelasan misi menjadi poin krusial lainnya. Negara-negara enggan untuk berkomitmen pada operasi tanpa mandat yang jelas, tujuan yang terdefinisi dengan baik, dan parameter keterlibatan yang konkret. Pertanyaan-pertanyaan mengenai aturan keterlibatan (rules of engagement), durasi misi, logistik, serta jalur komando dan kontrol masih menggantung. Tanpa kerangka kerja yang solid, misi semacam itu berisiko menjadi tidak efektif, terjebak dalam pusaran konflik lokal, dan sulit untuk dihentikan tanpa menimbulkan kekosongan keamanan yang lebih besar.
Faktor terakhir yang tidak kalah penting adalah persepsi publik. Di wilayah yang sensitif secara politik dan sejarah seperti Gaza, kehadiran pasukan asing seringkali diasosiasikan dengan pendudukan. Sejarah panjang konflik dan intervensi eksternal telah menanamkan skeptisisme mendalam di antara penduduk lokal terhadap pasukan non-lokal. Negara-negara khawatir bahwa pasukan mereka akan dianggap sebagai bagian dari upaya penjajahan atau pendukung salah satu pihak dalam konflik yang berkelanjutan, yang pada akhirnya dapat memicu resistensi dan merusak legitimasi misi perdamaian.
Membentuk pasukan keamanan internasional di Gaza adalah misi yang sangat kompleks. Tidak hanya harus menghadapi ancaman fisik, tetapi juga membangun kepercayaan di tengah masyarakat yang telah lelah dengan konflik dan intervensi. Tanpa mandat yang jelas dan dukungan politik yang luas dari semua pihak, misi ini berisiko menjadi bumerang, memperburuk situasi daripada menyelesaikannya, ujar seorang analis keamanan regional yang meminta anonimitas.
Implikasi Terhadap Stabilitas Kawasan
Keraguan yang ditunjukkan oleh komunitas internasional ini memiliki implikasi serius terhadap prospek perdamaian di Timur Tengah. Jika negara-negara enggan untuk mengisi kekosongan keamanan, maka elemen kunci dari rencana perdamaian Trump ini akan sulit diwujudkan. Hal ini pada gilirannya dapat menghambat upaya-upaya yang lebih luas untuk menstabilkan Gaza, memicu putaran kekerasan baru, dan memperburuk krisis kemanusiaan yang sudah parah di wilayah tersebut.
Jalur Gaza, dengan tingkat pengangguran yang tinggi, ketergantungan pada bantuan luar negeri, dan infrastruktur yang hancur, sangat membutuhkan stabilitas. Ketiadaan pasukan keamanan yang netral dan efektif hanya akan memperpanjang penderitaan penduduk sipil dan memperkuat argumen bagi kelompok militan untuk mempertahankan kontrol. Diperlukan konsensus internasional yang lebih kuat, termasuk jaminan keamanan yang jelas dan dukungan politik yang tidak ambigu, untuk meyakinkan negara-negara agar bersedia mengirimkan pasukan mereka.
Hingga saat ini, belum ada solusi konkret yang muncul untuk mengatasi dilema ini. Diskusi diplomatik kemungkinan akan terus berlanjut, berupaya mencari formula yang dapat mengurangi risiko dan meningkatkan daya tarik partisipasi internasional. Namun, tanpa revisi signifikan terhadap mandat misi atau penawaran insentif yang substansial, prospek penempatan pasukan keamanan internasional di Gaza tetap diselimuti ketidakpastian.
Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya 👉
Beranda
