Investigasi Ungkap Kesusahan Ibu Tunggal dan Anak Tanpa Status di Arab Saudi
Sebuah investigasi mendalam oleh The Times baru-baru ini mengungkap realitas suram yang dialami oleh ibu tunggal dan anak-anak mereka di Arab Saudi. Temuan investigasi menunjukkan bahwa ribuan anak secara rutin tidak mendapatkan akta kelahiran, perawatan medis, dan pendidikan dasar, terjebak dalam lingkaran birokrasi dan hukum yang kejam. Para diplomat dan petugas kepolisian sering kali menolak permohonan bantuan dari para ibu ini, memperparah krisis kemanusiaan yang terjadi di balik tirai kerajaan tersebut.
Terperangkap dalam Lingkaran Birokrasi dan Hukum
Kondisi yang dihadapi oleh ibu tunggal di Arab Saudi berakar pada interpretasi hukum Islam yang ketat terkait hubungan di luar nikah. Dalam banyak kasus, perempuan yang melahirkan anak tanpa ikatan pernikahan yang diakui secara hukum dapat menghadapi tuduhan “zina” (perzinahan), yang dapat berujung pada hukuman penjara, cambuk, atau bahkan deportasi bagi warga asing. Akibatnya, banyak perempuan hidup dalam ketakutan dan tidak berani mencari bantuan resmi, apalagi mendaftarkan kelahiran anak mereka.
Investigasi menemukan bahwa tanpa akta kelahiran, seorang anak secara efektif tidak memiliki identitas hukum. Mereka tidak dapat dianggap sebagai warga negara Arab Saudi, bahkan jika salah satu orang tuanya memiliki kewarganegaraan tersebut. Lebih parah lagi, sebagian besar anak-anak ini lahir dari pekerja migran yang rentan, yang seringkali menjadi korban eksploitasi dan pelecehan. Ketika mereka hamil, mereka kehilangan pekerjaan dan perlindungan, membuat mereka dan anak-anak mereka tanpa status, terjebak dalam limbo hukum di Arab Saudi.
Penolakan Akses Dasar dan Institusional
Ketiadaan akta kelahiran adalah hambatan pertama dan paling signifikan yang dialami anak-anak ini. Dokumen vital ini merupakan kunci untuk mengakses hampir semua layanan dasar. Tanpa akta kelahiran, anak-anak tidak dapat mendaftar di sekolah, yang secara efektif merampas hak mereka atas pendidikan dan kesempatan untuk keluar dari lingkaran kemiskinan dan ketidakberdayaan. Mereka juga tidak memiliki akses ke layanan kesehatan publik, membuat mereka rentan terhadap penyakit dan kondisi medis yang dapat dicegah.
Laporan tersebut menyoroti bagaimana upaya para ibu untuk mencari bantuan seringkali menemui jalan buntu. Para diplomat dari negara asal mereka menolak membantu karena khawatir melanggar hukum setempat atau kesulitan dalam mengidentifikasi ayah biologis. Demikian pula, petugas kepolisian dan otoritas lokal sering menolak permintaan bantuan, bahkan mengancam akan menuntut para ibu karena melanggar hukum. Ini menciptakan situasi di mana para ibu dan anak-anak mereka hidup dalam bayang-bayang, tidak terlihat oleh sistem dan tidak terlindungi oleh hukum.
“Ini bukan hanya masalah hukum, tetapi juga krisis kemanusiaan yang mendalam. Anak-anak yang lahir dari ibu tunggal secara efektif tidak terlihat oleh sistem, merampas mereka dari hak-hak paling dasar mereka sejak lahir dan mengutuk mereka pada masa depan yang penuh ketidakpastian dan kesulitan.”
Situasi yang terungkap ini menuntut perhatian serius dari pemerintah Arab Saudi dan komunitas internasional. Saat 11 November 2025, tekanan terus meningkat agar kerajaan mereformasi undang-undang yang usang dan memastikan semua anak memiliki hak atas identitas dan masa depan, sejalan dengan visi modernisasi dan pembangunan yang mereka canangkan melalui Visi 2030.
Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya 👉
Beranda
