Polisi Afrika Selatan Dituduh Lakukan Penyiksaan, Bayangi Era Apartheid

08 July 2025 – Lebih dari tiga dekade setelah Afrika Selatan merdeka dari cengkeraman rezim apartheid yang brutal, bayang-bayang kelam masa lalu kembali menghantui. Kepolisian Nasional Afrika Selatan (SAPS), institusi yang seharusnya menjadi pelindung warga, kini menghadapi tuduhan meluas mengenai praktik penyiksaan dan penggunaan kekerasan berlebihan yang mengingatkan pada kekejaman era apartheid.
Ironisnya, pemerintahan yang berkuasa saat ini dipimpin oleh para pejuang kemerdekaan yang dulu berjuang keras untuk membebaskan negara dari penindasan dan pelanggaran hak asasi manusia. Kini, di bawah pengawasan mereka, pasukan kepolisian dituduh melakukan pelanggaran yang mencengangkan, menimbulkan pertanyaan serius tentang komitmen negara terhadap nilai-nilai demokrasi dan keadilan yang dijunjung tinggi pasca-apartheid.
Gema Masa Lalu yang Mengkhawatirkan
Laporan dari berbagai organisasi hak asasi manusia, baik lokal maupun internasional, secara konsisten menyoroti penggunaan penyiksaan, pemukulan, dan intimidasi sebagai metode interogasi atau penegakan hukum oleh oknum polisi. Praktik-praktik ini tidak hanya menciderai integritas individu, tetapi juga mengikis kepercayaan publik terhadap institusi negara. Bagi banyak warga Afrika Selatan, pemandangan kekejaman polisi membangkitkan kenangan pahit tentang era segregasi rasial, di mana kekerasan negara adalah alat utama untuk menekan perlawanan dan mempertahankan kekuasaan minoritas.
Kondisi ini menciptakan paradoks yang mendalam. Para pemimpin yang pernah dipenjara dan disiksa karena memperjuangkan kebebasan, kini memimpin sebuah negara di mana praktik-praktik serupa diduga masih terjadi dalam aparat penegak hukumnya. Ini bukan hanya masalah pelanggaran HAM, melainkan juga pengkhianatan terhadap warisan perjuangan anti-apartheid yang telah menelan banyak korban jiwa dan penderitaan.
“Ini adalah pengkhianatan terhadap semua yang telah kami perjuangkan. Kebebasan berarti kebebasan dari ketakutan, bukan hanya dari penindasan rasial. Ketika polisi Anda sendiri yang membuat Anda takut, maka kita belum benar-benar merdeka.”
– Analis Politik dan Aktivis HAM Afrika Selatan, dalam sebuah wawancara.
Desakan Reformasi dan Akuntabilitas
Meningkatnya tuduhan ini menuntut respons tegas dari pemerintah dan reformasi menyeluruh di tubuh SAPS. Para ahli menyoroti perlunya peningkatan akuntabilitas, transparansi, dan pelatihan hak asasi manusia yang komprehensif bagi seluruh personel kepolisian. Tanpa mekanisme pengawasan independen yang kuat dan penegakan hukum yang tegas terhadap oknum pelanggar, siklus impunitas akan terus berlanjut, memperparah luka sosial dan sejarah.
Dampak dari krisis kepercayaan ini meluas. Selain merusak citra negara di mata internasional, ia juga mengancam stabilitas internal dan mengikis fondasi demokrasi. Jika masyarakat tidak dapat mempercayai aparat penegak hukumnya sendiri, upaya untuk membangun masyarakat yang adil dan aman akan selalu terhambat.
Pemerintah Afrika Selatan kini menghadapi ujian berat: apakah mereka akan tetap setia pada janji-janji kemerdekaan dan keadilan dengan membersihkan tubuh kepolisian dari praktik-praktik yang tercela, ataukah membiarkan bayangan kelam apartheid terus menghantui masa depan bangsa.
Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya 👉
Beranda