July 20, 2025

LOKAL TIMES

Update Terus, Gak Ketinggalan Zaman!

Menara 11 Lantai di Tiongkok: Kisah Perlawanan Properti Jadi Daya Tarik Wisata

Di tengah geliat pembangunan urban yang masif di Tiongkok, muncul sebuah fenomena arsitektur yang mencengangkan sekaligus kontroversial. Sebuah rumah sederhana di salah satu kota di Tiongkok, yang seharusnya telah diratakan untuk proyek pengembangan, kini justru berdiri menjulang setinggi 11 lantai. Bukan sebuah gedung pencakar langit megah yang dibangun kontraktor raksasa, melainkan sebuah menara yang terlihat “rapuh” hasil swakarsa seorang pria, yang kini tanpa diduga menjadi daya tarik wisata.

Kisah ini adalah gambaran langka dari perlawanan individu terhadap perintah pembongkaran resmi, yang berujung pada penciptaan struktur yang nyaris absurd namun menarik perhatian publik internasional. Apa yang dimulai sebagai tindakan pembangkangan, kini telah bermetamorfosis menjadi sebuah anomali urban yang menarik wisatawan dan pengamat.

Perlawanan Berujung Konstruksi Ilegal

Fenomena ini bukan tanpa preseden. Di Tiongkok, rumah-rumah yang menolak dibongkar untuk proyek pembangunan, baik itu jalan, pusat perbelanja, atau kawasan permukiman baru, sering dijuluki ‘rumah paku’ atau dingzihu (丁子户). Istilah ini merujuk pada rumah-rumah yang menancap kokoh di tengah area yang sudah rata, mirip paku yang sulit dicabut.

Dalam kasus spesifik ini, seorang pria yang tidak disebutkan namanya dilaporkan menolak tawaran kompensasi pemerintah untuk merelokasi dan membongkar rumahnya. Alih-alih menyerah pada tekanan, ia justru memilih jalur yang jauh lebih drastis dan tidak konvensional. Ia mulai menambahkan lantai demi lantai pada struktur rumah aslinya, secara ilegal, tanpa izin konstruksi, dan mengabaikan standar keselamatan bangunan. Setiap penambahan lantai adalah sebuah pernyataan, sebuah bentuk perlawanan fisik terhadap otoritas yang ingin merobohkan propertinya.

Proses pembangunan yang dilakukan secara mandiri ini, menggunakan material seadanya dan teknik yang dipertanyakan, menghasilkan sebuah menara yang secara visual terlihat tidak stabil dan berisiko. Namun, tampaknya hal ini justru menambah daya tarik mistisnya.

“Kasus seperti ini menyoroti ketegangan antara hak properti individu dan kepentingan pembangunan kolektif di Tiongkok. Meskipun secara teknis ilegal dan berisiko keselamatan, keberanian semacam itu seringkali menarik perhatian publik dan memicu diskusi tentang batasan kekuasaan pemerintah,” ujar seorang pengamat sosial yang enggan disebutkan namanya, dalam sebuah wawancara dengan media berita nasional.

Dari Ancaman Pembongkaran Menjadi Daya Tarik Wisata

Awalnya, menara ini adalah simbol perlawanan, namun kini telah bermetamorfosis menjadi objek wisata yang unik dan tak terduga. Para wisatawan, baik lokal maupun asing, berdatangan ke lokasi untuk melihat langsung keajaiban arsitektur ilegal ini. Mereka mengagumi kegigihan si pemilik rumah, sekaligus bertanya-tanya bagaimana struktur setinggi itu bisa berdiri tanpa runtuh.

Foto-foto dan video menara 11 lantai ini telah viral di media sosial, memicu diskusi luas tentang kepatuhan hukum, hak properti, dan batas-batas ambisi individu. Popularitasnya sebagai “destinasi unik” telah menciptakan dilema baru bagi pemerintah daerah. Meskipun menara ini jelas melanggar peraturan zonasi dan keselamatan bangunan, popularitasnya sebagai daya tarik wisata baru mungkin membuat langkah pembongkaran menjadi lebih rumit dan berpotensi memicu gelombang protes.

Pada 19 July 2025, menara ini masih berdiri, menjadi monumen bisu atas tekad seorang individu yang menentang arus, dan secara tidak langsung, mengubah propertinya menjadi daya tarik wisata yang tak terduga. Kisah ini adalah sebuah anomali yang mencerminkan kompleksitas pembangunan urban di Tiongkok, di mana tradisi dan modernitas, hak individu dan kepentingan publik, seringkali berbenturan dengan cara yang paling tidak terduga.


Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya πŸ‘‰
Beranda

Copyright © All rights reserved. | Newsphere by AF themes.