Teheran Genjot Nasionalisme Baru di Tengah Gejolak Regional dan Domestik

Di tengah ketegangan geopolitik yang memanas dan serangkaian insiden keamanan yang dikaitkan dengan Israel dan Amerika Serikat, pemerintah Iran dilaporkan memobilisasi bentuk baru nasionalisme. Strategi ini, yang melibatkan daur ulang cerita rakyat dan lagu-lagu patriotik, bertujuan untuk mengalihkan kemarahan publik pasca-serangan eksternal sekaligus memperkuat basis dukungan rezim teokratis di dalam negeri.
Langkah ini datang di saat krusial bagi Teheran, di mana tekanan internasional terus meningkat, sanksi ekonomi melumpuhkan, dan bibit-bibit ketidakpuasan internal masih membayangi. Dengan memanfaatkan sentimen nasionalisme, para pemimpin Iran berharap dapat menyatukan rakyat di bawah bendera persatuan melawan musuh bersama, sekaligus meredam potensi gejolak domestik yang lebih luas.
Akar Strategi Nasionalisme Baru
Strategi nasionalisme yang digagas oleh para pemimpin Iran ini bukan sekadar respons spontan terhadap serangan militer atau siber, melainkan upaya sistematis untuk merekonstruksi narasi kebangsaan. Rezim kini secara aktif mengintegrasikan elemen-elemen dari kisah-kisah epik Persia kuno, yang telah ada jauh sebelum Revolusi Islam 1979, dengan simbol-simbol perjuangan revolusioner dan nilai-nilai keagamaan Syiah. Tujuannya adalah untuk menciptakan identitas nasional yang inklusif namun tetap setia pada garis ideologi pemerintahan.
Berbagai media massa yang dikendalikan negara, sistem pendidikan, dan acara kebudayaan menjadi corong utama dalam menyebarkan narasi baru ini. Lagu-lagu patriotik yang dulunya fokus pada revolusi atau perjuangan melawan musuh tertentu, kini diperbarui dengan lirik yang menekankan ketahanan nasional, persatuan di hadapan ancaman eksternal, dan warisan sejarah Iran yang kaya. Cerita rakyat yang menampilkan pahlawan-pahlawan legendaris, seperti Rostam dari Shahnameh, diinterpretasikan ulang untuk menyoroti nilai-nilai keberanian, pengorbanan, dan kesetiaan kepada tanah air, yang kini diarahkan pada entitas negara modern.
Pakar Timur Tengah melihat strategi ini sebagai indikasi adanya krisis legitimasi yang mendalam di kalangan elite penguasa. Dengan mengalihkan perhatian publik dari masalah-masalah internal seperti inflasi yang tinggi, tingkat pengangguran yang meresahkan, dan pembatasan hak-hak sipil, pemerintah berupaya membingkai ancaman eksternal sebagai tantangan utama yang memerlukan persatuan nasional yang tak tergoyahkan.
Replikasi Narasi dan Respons Publik
Pemerintah Iran, melalui berbagai platform, terus mereplikasi narasi nasionalisme baru ini. Dari siaran televisi yang menampilkan dokumenter tentang kejayaan Iran kuno, hingga festival budaya yang merayakan warisan Persia, pesan tentang kebanggaan nasional dan perlunya persatuan terus digemakan. Bahkan, kurikulum sekolah juga disesuaikan untuk lebih menonjolkan aspek-aspek sejarah dan budaya yang mendukung visi nasionalisme yang digariskan.
“Taktik ini bukanlah hal baru bagi rezim yang menghadapi krisis legitimasi. Dengan membangkitkan sentimen nasionalistik purba dan kemarahan terhadap musuh bersama, Teheran berharap dapat menyatukan barisan rakyatnya, setidaknya untuk sementara waktu, dan mengalihkan perhatian dari akar permasalahan yang sesungguhnya,” ujar Dr. Farhad Moghaddam, seorang analis politik dari Universitas Teheran, dalam sebuah wawancara pada 22 July 2025.
Namun, efektivitas strategi ini masih menjadi perdebatan. Meskipun sebagian warga Iran mungkin merasa bangga dan bersatu di bawah narasi ini, terutama di kalangan yang secara tradisional mendukung rezim, banyak pula yang melihatnya sebagai upaya manipulatif. Protes-protes yang meletup dalam beberapa tahun terakhir, seringkali dipicu oleh masalah ekonomi dan hak asasi manusia, menunjukkan bahwa tidak semua kemarahan publik dapat dialihkan begitu saja melalui retorika nasionalistik. Kalangan muda, khususnya, seringkali lebih skeptis terhadap narasi resmi dan lebih terhubung dengan informasi dari luar yang menyajikan sudut pandang berbeda.
Keberhasilan jangka panjang dari “merek nasionalisme” baru ini akan sangat bergantung pada kemampuan pemerintah Iran untuk tidak hanya mengendalikan narasi, tetapi juga untuk mengatasi tantangan substantif yang dihadapi warganya. Jika masalah ekonomi dan sosial tidak tertangani, bahkan sentimen nasionalisme yang paling kuat sekalipun mungkin tidak cukup untuk mencegah gelombang ketidakpuasan berikutnya.
Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya 👉
Beranda