July 27, 2025

LOKAL TIMES

Update Terus, Gak Ketinggalan Zaman!

Ketegangan Perbatasan Memuncak: Thailand Peringatkan Perang dengan Kamboja

Ketegangan di perbatasan Thailand dan Kamboja mencapai titik kritis pada 25 July 2025, saat bentrokan mematikan memasuki hari kedua dan mendorong lebih dari 100.000 warga sipil mengungsi. Pemerintah Thailand secara resmi mengeluarkan peringatan potensi perang skala penuh jika provokasi yang dituduhkan dari pihak Kamboja terus berlanjut, menandai konflik paling mematikan antara kedua negara dalam 14 tahun terakhir.

Peristiwa ini berpusat di sekitar wilayah sengketa dekat kuil kuno Preah Vihear, situs Warisan Dunia UNESCO yang telah lama menjadi sumber perselisihan sengit. Laporan awal mengindikasikan bahwa bentrokan dimulai dengan tembak-menembak artileri dan baku tembak senjata ringan pada kemarin pagi, dengan kedua belah pihak saling menyalahkan atas pemicu kekerasan tersebut. Meskipun jumlah pasti korban belum dapat diverifikasi secara independen, sejumlah laporan menyebutkan adanya korban jiwa dari kedua belah pihak, baik militer maupun sipil.

Kami tidak ingin perang, tetapi kami siap untuk mempertahankan kedaulatan kami. Provokasi terus-menerus ini tidak dapat ditoleransi, ujar juru bicara Kementerian Pertahanan Thailand dalam konferensi pers darurat yang diselenggarakan di Bangkok.

Di sisi lain, Kamboja bersikeras bahwa pasukannya hanya bertindak dalam upaya membela diri, menuduh pasukan Thailand melanggar wilayah kedaulatan mereka. Perdana Menteri Kamboja, Hun Sen, melalui televisi nasional, menyerukan penyelesaian damai namun menegaskan kesiapan negaranya untuk menghadapi setiap agresi.

Akar Konflik dan Latar Belakang Sejarah

Sengketa perbatasan antara Thailand dan Kamboja, khususnya di sekitar kuil Preah Vihear, telah berlangsung puluhan tahun. Kuil Hindu abad ke-11 ini terletak di puncak tebing dan dianugerahi kepada Kamboja oleh Mahkamah Internasional pada tahun 1962, meskipun akses utama ke kuil berada di sisi Thailand. Keputusan tersebut tidak secara jelas menetapkan batas wilayah di sekitarnya, meninggalkan area seluas 4,6 kilometer persegi yang belum sepenuhnya demarkasi.

Ketegangan memanas secara signifikan sejak kuil tersebut dimasukkan sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO pada tahun 2008, yang memicu protes nasionalis di kedua negara dan menyebabkan serangkaian bentrokan militer mematikan. Konflik saat ini menjadi yang terburuk sejak insiden serupa pada tahun 2008 dan 2009, yang juga menyebabkan ribuan orang mengungsi dan menewaskan puluhan prajurit dan warga sipil.

Dampak Kemanusiaan dan Seruan Internasional

Konsekuensi paling mendesak dari konflik ini adalah krisis kemanusiaan yang berkembang. Lebih dari 100.000 penduduk dari desa-desa di dekat perbatasan telah terpaksa meninggalkan rumah mereka untuk mencari perlindungan di tempat pengungsian sementara yang didirikan pemerintah dan lembaga bantuan. Kondisi di kamp-kamp pengungsian dilaporkan memprihatinkan, dengan kebutuhan mendesak akan makanan, air bersih, dan fasilitas sanitasi.

Masyarakat internasional telah bereaksi dengan keprihatinan mendalam. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) telah menyerukan kedua belah pihak untuk menahan diri dan segera kembali ke meja perundingan. Sekretaris Jenderal PBB telah menawarkan bantuan mediasi untuk de-eskalasi dan mencari solusi damai. Namun, hingga saat ini, belum ada tanda-tanda meredanya ketegangan secara signifikan di garis depan.

Analis regional memperingatkan bahwa eskalasi lebih lanjut dapat mengganggu stabilitas kawasan dan memiliki dampak ekonomi yang signifikan, terutama pada sektor pariwisata yang vital bagi kedua negara. Harapan kini tertumpu pada upaya diplomatik dan tekanan internasional untuk mencegah konflik ini berkembang menjadi perang skala penuh yang dapat menimbulkan konsekuensi jangka panjang bagi Asia Tenggara.


Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya 👉
Beranda

Copyright © All rights reserved. | Newsphere by AF themes.