Absennya Amerika di UNESCO: China Perluas Pengaruh di Tengah Kekosongan Kebijakan Global

23 July 2025 – Keputusan mengejutkan Amerika Serikat di bawah pemerintahan Donald Trump untuk menarik diri dari Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) pada tahun 2017 telah menciptakan kekosongan geopolitik yang signifikan. Kekosongan ini, yang dulu diisi oleh kehadiran Washington sebagai penyeimbang, kini semakin diisi oleh Tiongkok, yang secara strategis memperluas pengaruhnya di berbagai bidang mulai dari pendidikan, penetapan warisan budaya, hingga standar kecerdasan buatan (AI) di panggung global.
Amerika Meninggalkan Kursi Kosong di UNESCO
Penarikan diri AS dari UNESCO secara resmi berlaku pada akhir tahun 2018, menandai kali kedua negara itu keluar dari organisasi tersebut sejak penarikan di era Ronald Reagan pada tahun 1984, yang kemudian bergabung kembali pada tahun 2003. Keputusan pemerintahan Trump didasarkan pada tuduhan bahwa UNESCO memiliki bias anti-Israel dan memerlukan reformasi fundamental. Meskipun AS tetap memiliki status pengamat, absennya kontribusi finansial dan keterlibatan diplomatik penuh dari salah satu kekuatan global terkemuka ini telah meninggalkan lubang besar dalam struktur dan operasi UNESCO.
Peran Amerika Serikat dalam UNESCO sebelumnya sangat krusial. Selain memberikan sebagian besar pendanaan, Washington secara aktif terlibat dalam pembentukan kebijakan dan penentuan agenda organisasi. Kehadirannya seringkali berfungsi sebagai penyeimbang terhadap berbagai upaya yang dianggap beberapa pihak sebagai agenda negara-negara tertentu untuk mempromosikan kepentingan mereka sendiri di bawah payung lembaga multilateral. Tanpa suara Amerika, dinamika internal UNESCO bergeser, membuka peluang bagi negara-negara lain untuk lebih menegaskan pengaruh mereka.
Akselerasi Pengaruh China di Panggung Global
Di tengah absennya Amerika Serikat, Tiongkok dengan cepat melangkah maju untuk mengisi kekosongan tersebut. Beijing telah meningkatkan kontribusinya kepada UNESCO dan secara proaktif mengambil peran kepemimpinan dalam berbagai inisiatif. Strategi ini sejalan dengan ambisi Tiongkok yang lebih luas untuk meningkatkan “kekuatan lunak” dan membentuk tatanan global agar lebih selaras dengan nilai-nilai dan kepentingannya.
Salah satu area paling menonjol dari peningkatan pengaruh Tiongkok adalah dalam penetapan warisan budaya dan sejarah. Dengan dana yang lebih besar dan diplomasi yang lebih agresif, Tiongkok telah berhasil mengamankan lebih banyak situs warisan dunia dan mempromosikan narasi tertentu yang mendukung pandangan historisnya. Selain itu, Beijing juga aktif dalam mengembangkan standar pendidikan global dan, yang paling penting, dalam merumuskan kerangka etika dan regulasi untuk kecerdasan buatan.
“Absennya Amerika Serikat telah menciptakan kekosongan signifikan yang dengan cepat diisi oleh kekuatan lain, terutama Tiongkok. Washington dulu berfungsi sebagai penyeimbang penting terhadap upaya Tiongkok untuk membentuk narasi global melalui lembaga-lembah seperti UNESCO, termasuk dalam penetapan standar etika untuk teknologi baru seperti AI,” kata seorang analis hubungan internasional yang enggan disebutkan namanya karena sensitivitas isu tersebut.
Dalam konteks AI, misalnya, Tiongkok melihat UNESCO sebagai platform vital untuk mempromosikan visi dan standarnya sendiri mengenai penggunaan teknologi ini, yang mungkin berbeda secara mendasar dari pendekatan Barat yang lebih berpusat pada hak asasi manusia dan kebebasan sipil. Dengan demikian, kemampuan Tiongkok untuk membentuk kebijakan AI di tingkat global memiliki implikasi jangka panjang yang luas terhadap masa depan teknologi dan masyarakat.
Meskipun ada pembicaraan tentang potensi Amerika Serikat untuk kembali bergabung dengan UNESCO di bawah pemerintahan Presiden Joe Biden, hingga saat ini belum ada langkah konkret yang diambil. Sementara itu, Tiongkok terus memperkuat posisinya, memanfaatkan ruang yang ditinggalkan Washington. Pergeseran ini tidak hanya berdampak pada arah program-program UNESCO, tetapi juga mencerminkan dinamika kekuatan global yang lebih luas, di mana Tiongkok secara konsisten berupaya untuk menegaskan dirinya sebagai pemimpin dan penentu norma di arena multilateral.
Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya 👉
Beranda