November 4, 2025

LOKAL TIMES

Update Terus, Gak Ketinggalan Zaman!

Asia di Persimpangan: Kawasan Terjebak Tarik Ulur Pengaruh AS-Tiongkok

Kawasan Asia kini menjadi panggung utama perebutan pengaruh antara dua kekuatan ekonomi dan militer terbesar dunia: Amerika Serikat dan Tiongkok. Dinamika geopolitik ini, yang semakin intensif sejak era pemerintahan Presiden Donald Trump dan berlanjut di bawah administrasi Joe Biden, menciptakan dilema strategis bagi banyak negara di Asia. Mereka dihadapkan pada tarik ulur kepentingan yang melibatkan isu perdagangan, dominasi teknologi, hingga status sensitif Taiwan.

Persaingan ini bukan sekadar perebutan pasar atau sumber daya, melainkan pertarungan fundamental mengenai visi tata tertib global dan hegemoni regional. Washington berupaya menahan ekspansi pengaruh Beijing, terutama di bidang militer dan teknologi canggih, sementara Tiongkok semakin gencar menantang dominasi AS dengan inisiatif ekonomi ambisius seperti Belt and Road Initiative (BRI) serta modernisasi kekuatan angkatan bersenjatanya.

Bagi negara-negara di Asia, kondisi ini menuntut navigasi diplomatik yang cermat. Mereka harus menyeimbangkan hubungan ekonomi yang krusial dengan Tiongkok sembari mempertahankan aliansi keamanan tradisional dengan Amerika Serikat. Posisi ini, yang sering digambarkan sebagai “terjebak di tengah,” menyoroti kerentanan kawasan terhadap ketegangan adidaya.

Dimensi Ekonomi dan Teknologi: Perebutan Pasar dan Inovasi

Salah satu arena utama persaingan AS-Tiongkok adalah sektor ekonomi dan teknologi. Sejak era Trump, Amerika Serikat secara agresif menekan Tiongkok melalui tarif perdagangan, pembatasan ekspor teknologi, dan sanksi terhadap perusahaan-perusahaan Tiongkok yang dianggap mengancam keamanan nasional atau mencuri kekayaan intelektual.

Perebutan dominasi teknologi, khususnya di bidang 5G, semikonduktor, dan kecerdasan buatan (AI), telah menjadi medan pertempuran sengit. Washington berupaya meyakinkan sekutunya untuk tidak menggunakan peralatan 5G dari perusahaan Tiongkok seperti Huawei, dengan alasan kekhawatiran spionase. Hal ini memaksa banyak negara Asia untuk mengevaluasi kembali rantai pasok teknologi mereka dan memilih antara standar teknologi yang berbeda.

Bagi negara-negara Asia, yang banyak di antaranya memiliki hubungan perdagangan dan investasi yang masif dengan kedua negara adidaya ini, tekanan untuk memilih pihak dapat berimplikasi besar pada pertumbuhan ekonomi dan pembangunan infrastruktur mereka. Merekapun didorong untuk membangun ketahanan ekonomi domestik yang lebih kuat dan mendiversifikasi kemitraan.

Sensitivitas Isu Taiwan dan Keamanan Regional

Di luar arena ekonomi dan teknologi, isu Taiwan tetap menjadi salah satu titik didih paling sensitif dalam hubungan AS-Tiongkok. Beijing menganggap Taiwan sebagai provinsi yang memisahkan diri dan bagian tak terpisahkan dari Tiongkok daratan, berjanji untuk menyatukannya kembali, bahkan jika perlu dengan kekuatan militer. Sebaliknya, Amerika Serikat memiliki komitmen berdasarkan Undang-Undang Hubungan Taiwan untuk membantu Taiwan mempertahankan diri, meskipun dengan kebijakan “ambiguitas strategis” yang tidak secara eksplisit menyatakan akan ikut campur militer.

Peningkatan aktivitas militer Tiongkok di sekitar Selat Taiwan, termasuk latihan skala besar, serta penjualan senjata AS ke Taiwan, terus meningkatkan ketegangan di kawasan ini. Ketidakstabilan di Selat Taiwan tidak hanya berpotensi memicu konflik langsung antara AS dan Tiongkok, tetapi juga akan memiliki implikasi besar terhadap keamanan maritim, jalur perdagangan global, dan stabilitas regional secara keseluruhan.

Negara-negara Asia lainnya, terutama yang memiliki klaim di Laut Cina Selatan atau berbatasan langsung dengan jalur pelayaran vital, sangat rentan terhadap eskalasi konflik di Selat Taiwan. Mereka dipaksa untuk mempertimbangkan kembali strategi pertahanan dan aliansi mereka di tengah ketidakpastian yang meningkat.

“Kawasan Asia dipaksa menavigasi perairan yang semakin bergejolak. Setiap kebijakan yang diambil, setiap aliansi yang diperkuat, dapat memiliki konsekuensi jangka panjang yang signifikan, baik dalam hal pertumbuhan ekonomi maupun jaminan keamanan. Pada akhirnya, negara-negara di sini harus mencari keseimbangan strategis yang memungkinkan mereka menjaga otonomi sembari beradaptasi dengan realitas kekuatan baru,” ujar seorang analis kebijakan luar negeri dari think tank regional, pada 25 October 2025.

Dengan persaingan AS-Tiongkok yang diperkirakan akan terus berlanjut di tahun-tahun mendatang, masa depan Asia akan sangat bergantung pada kemampuan para pemimpin regional untuk mengelola risiko, memanfaatkan peluang, dan mempertahankan stabilitas di tengah gejolak geopolitik yang tak terhindarkan.


Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya đŸ‘‰
Beranda

Copyright © All rights reserved. | Newsphere by AF themes.