Bentrokan Perbatasan Thailand-Kamboja Renggut 12 Nyawa, Tuduhan Saling Balas

Bentrokan sengit di perbatasan antara Thailand dan Kamboja telah menewaskan setidaknya 12 orang, menandai insiden paling mematikan dalam lebih dari satu dekade terakhir. Insiden yang terjadi baru-baru ini pada 24 July 2025 ini semakin memanaskan ketegangan antara kedua negara Asia Tenggara tersebut, karena kedua belah pihak saling menuduh sebagai pemicu tembakan pertama yang memicu eskalasi konflik.
Pihak berwenang Thailand mengonfirmasi bahwa 11 warga sipil dan seorang prajurit tewas akibat baku tembak artileri dan senjata ringan. Sejumlah besar warga sipil lainnya juga dilaporkan terluka dan harus mengungsi dari desa-desa di dekat garis depan. Konflik yang meletus secara sporadis ini telah mengganggu kehidupan masyarakat di wilayah perbatasan, memaksa ribuan orang meninggalkan rumah mereka untuk mencari perlindungan yang lebih aman.
Latar Belakang Konflik Wilayah
Konflik perbatasan antara Thailand dan Kamboja bukanlah hal baru; akar permasalahan utamanya terletak pada sengketa berlarut-larut terkait kepemilikan kuil kuno Preah Vihear yang terletak di puncak bukit di perbatasan. Meskipun Mahkamah Internasional (ICJ) telah memutuskan pada tahun 1962 bahwa kuil tersebut milik Kamboja, area di sekitarnya tetap menjadi titik api perselisihan yang intens. Kedua negara memiliki interpretasi yang berbeda mengenai batas-batas wilayah di sekitar kuil tersebut, yang seringkali memicu bentrokan bersenjata.
Dalam beberapa tahun terakhir, meskipun ada upaya diplomatik untuk meredakan ketegangan, insiden-insiden kecil terus terjadi. Namun, bentrokan terbaru ini, dengan jumlah korban jiwa yang signifikan, menunjukkan peningkatan serius dalam tingkat agresi dan penggunaan kekuatan militer. Baik Bangkok maupun Phnom Penh mengeluarkan pernyataan yang saling menyalahkan, memperkeruh suasana dan mempersulit upaya mediasi.
Dampak Kemanusiaan dan Seruan Internasional
Dampak kemanusiaan dari bentrokan ini sangat parah. Ribuan penduduk desa terpaksa mengungsi ke tempat-tempat penampungan sementara yang didirikan oleh pemerintah atau organisasi kemanusiaan. Banyak di antara mereka kehilangan akses terhadap kebutuhan dasar seperti makanan, air bersih, dan layanan kesehatan. Desa-desa di dekat perbatasan telah dikosongkan, meninggalkan properti dan mata pencarian mereka terbengkalai.
“Situasi di perbatasan Thailand dan Kamboja sangat memprihatinkan. Kami menyerukan kepada kedua belah pihak untuk menahan diri secara maksimal, memprioritaskan dialog, dan melindungi nyawa warga sipil. Eskalasi lebih lanjut hanya akan memperburuk penderitaan dan merusak stabilitas regional,” kata seorang juru bicara Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam pernyataan resminya.
Komunitas internasional, termasuk Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), telah menyerukan penghentian segera permusuhan dan mendesak kedua negara untuk kembali ke meja perundingan. Desakan untuk dialog diplomatik yang konstruktif menjadi sangat penting untuk mencegah eskalasi konflik yang lebih luas, yang berpotensi mengganggu stabilitas regional.
Meskipun ada upaya untuk menjembatani perbedaan melalui saluran diplomatik, prospek perdamaian jangka panjang masih tampak jauh. Kedua negara harus menunjukkan komitmen politik yang kuat untuk menyelesaikan sengketa perbatasan secara damai, berdasarkan prinsip-prinsip hukum internasional dan saling menghormati. Tanpa intervensi dan komitmen kuat dari kedua belah pihak untuk menyelesaikan akar permasalahan, ketegangan ini berpotensi terus membara, mengancam kehidupan masyarakat sipil dan stabilitas Asia Tenggara.
Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya 👉
Beranda