Deklarasi Kelaparan di Gaza: Setengah Juta Jiwa Hadapi Kondisi Paling Parah

Kelompok ahli pangan global yang didukung PBB, Integrated Food Security Phase Classification (IPC), secara resmi mendeklarasikan bahwa Gaza City dan wilayah sekitarnya kini dilanda kelaparan. Deklarasi ini menandai peningkatan drastis dalam krisis kemanusiaan yang telah berlangsung di wilayah kantung tersebut, dengan setidaknya setengah juta jiwa atau sekitar seperempat dari total populasi, menghadapi kondisi paling parah yang diukur oleh standar internasional: kelaparan akut, malnutrisi ekstrem, dan risiko kematian massal.
Menurut laporan IPC yang dirilis pada 22 August 2025, kondisi ‘Fase 5’ atau kelaparan didefinisikan oleh tiga kriteria utama: setidaknya 20% rumah tangga menghadapi kekurangan makanan ekstrem, 30% anak-anak menderita malnutrisi akut, dan dua dari setiap 10.000 orang meninggal dunia setiap hari akibat kelaparan atau kombinasi kelaparan dan penyakit. Para ahli memperingatkan bahwa tanpa intervensi segera dan signifikan, jumlah korban jiwa akan meningkat secara eksponensial dalam beberapa minggu dan bulan mendatang.
Akar Krisis Kemanusiaan
Deklarasi kelaparan ini bukan kejutan bagi komunitas internasional yang telah lama menyuarakan kekhawatiran atas memburuknya situasi kemanusiaan di Gaza. Konflik berkepanjangan dan pembatasan akses bantuan kemanusiaan menjadi akar utama krisis ini. Sejak eskalasi konflik pada Oktober lalu, pasokan makanan, air bersih, obat-obatan, dan bahan bakar ke Gaza sangat terbatas. Infrastruktur sipil, termasuk pertanian, pasar, dan jalur distribusi makanan, telah hancur total akibat pengeboman dan pertempuran, membuat penduduk tidak dapat lagi memproduksi atau mendapatkan makanan secara mandiri.
Ribuan truk bantuan yang antre di perbatasan sering kali terhalang masuk atau menghadapi kendala distribusi yang tidak dapat diatasi di dalam Gaza. Kondisi jalan yang rusak, kurangnya keamanan bagi konvoi bantuan, dan sistem distribusi yang terganggu telah menghambat upaya kemanusiaan. Wilayah Gaza utara, termasuk Gaza City, menjadi salah satu daerah yang paling terpukul karena aksesnya yang hampir terputus dari bantuan yang masuk dari selatan.
“Situasi di Gaza saat ini adalah puncak dari krisis kemanusiaan yang diperparah oleh konflik yang tiada henti dan pembatasan akses bantuan. Ini bukan hanya tentang kekurangan makanan; ini adalah kegagalan sistemik untuk melindungi warga sipil dari dampak perang yang paling brutal. Kita menyaksikan kehancuran yang tak terhingga dan penderitaan yang tak terlukiskan,” ujar seorang juru bicara dari badan kemanusiaan internasional yang enggan disebutkan namanya, mengacu pada situasi di lapangan.
Seruan Internasional dan Tantangan Bantuan
Menanggapi deklarasi kelaparan ini, berbagai organisasi kemanusiaan global dan badan-badan PBB telah memperbarui seruan mereka untuk gencatan senjata segera dan pembukaan akses kemanusiaan tanpa hambatan. Mereka mendesak semua pihak yang berkonflik untuk mematuhi hukum humaniter internasional dan memastikan perlindungan warga sipil serta pasokan bantuan vital.
Namun, tantangan di lapangan tetap masif. Selain masalah akses, keamanan para pekerja bantuan menjadi perhatian serius. Beberapa insiden penyerangan terhadap konvoi bantuan dan fasilitas distribusi telah semakin memperparah kesulitan penyaluran bantuan. Kurangnya bahan bakar untuk mengoperasikan truk dan fasilitas penyimpanan, serta rusaknya sistem komunikasi, juga menambah kompleksitas operasi kemanusiaan.
Para ahli memperingatkan bahwa meskipun bantuan segera dapat meringankan penderitaan, pemulihan jangka panjang akan membutuhkan upaya besar dalam pembangunan kembali infrastruktur, revitalisasi ekonomi lokal, dan jaminan keamanan yang berkelanjutan. Deklarasi kelaparan di Gaza adalah pengingat yang mengerikan akan dampak konflik bersenjata terhadap kehidupan sipil, dan menuntut respons global yang terkoordinasi dan masif untuk mencegah bencana yang lebih besar.
Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya 👉
Beranda