Dilema Ganda Tiongkok: Mediasi Damai Sambil Persenjatai Konflik Regional
        Hubungan internasional seringkali menyimpan kompleksitas yang tak terduga, di mana peran suatu negara dapat terlihat kontradiktori. Sebuah laporan intelijen Thailand yang terungkap beberapa waktu lalu menyoroti dilema tersebut, menguak peran ganda Tiongkok dalam konflik perbatasan antara Kamboja dan Thailand. Sementara Tiongkok secara terbuka mendesak kedua negara tetangga tersebut untuk mengakhiri sengketa perbatasan pada bulan Juli, dokumen intelijen menunjukkan bahwa hanya beberapa minggu sebelumnya, Beijing telah mengirimkan pasokan roket dan peluru artileri ke Kamboja. Pengungkapan ini memunculkan pertanyaan serius mengenai strategi geopolitik Tiongkok dan implikasinya terhadap stabilitas regional di Asia Tenggara.
Dokumen Intelijen Ungkap Pasokan Senjata Rahasia
Krisis di perbatasan Kamboja dan Thailand, terutama terkait sengketa kuil kuno Preah Vihear, telah menjadi sumber ketegangan yang berulang selama bertahun-tahun. Bentrokan bersenjata seringkali pecah, menyebabkan korban jiwa dan pengungsian massal di kedua belah pihak. Dalam konteks inilah, laporan intelijen Thailand menjadi sangat signifikan. Dokumen-dokumen tersebut, yang diakses oleh otoritas terkait, merinci pengiriman sejumlah besar roket dan peluru artileri dari Tiongkok ke Kamboja. Pasokan senjata ini diduga terjadi pada bulan Juni, mendahului seruan resmi Tiongkok pada bulan Juli yang meminta Kamboja dan Thailand untuk menahan diri serta menyelesaikan perbedaan mereka melalui dialog dan jalur diplomatik.
Tindakan Tiongkok ini memicu kekhawatiran di kalangan pengamat regional dan negara-negara tetangga. Di satu sisi, Tiongkok memposisikan diri sebagai mediator yang beritikad baik, mendesak perdamaian dan stabilitas regional. Di sisi lain, pengiriman senjata ke salah satu pihak yang berkonflik dapat diinterpretasikan sebagai tindakan yang berpotensi memperpanjang atau bahkan mengintensifkan konflik. Ini bukan kali pertama Tiongkok dituduh melakukan strategi “bermain di dua kaki” dalam urusan regional, namun skala dan waktu pengungkapan ini menambah lapisan kerumitan baru pada citra Beijing sebagai kekuatan regional yang bertanggung jawab, khususnya di tengah upaya negara-negara Asia Tenggara membangun konsensus perdamaian.
Implikasi Geopolitik dan Peran Tiongkok di Asia Tenggara
Pengungkapan pasokan senjata rahasia Tiongkok ke Kamboja memiliki implikasi geopolitik yang luas dan mendalam. Pertama, hal ini menyoroti ambisi Tiongkok untuk memperluas pengaruhnya di Asia Tenggara, tidak hanya melalui investasi ekonomi dan diplomasi jalur sutra, tetapi juga melalui kerja sama militer. Kamboja, yang secara historis memiliki hubungan dekat dengan Tiongkok, kemungkinan melihat Beijing sebagai sekutu strategis dalam menghadapi perselisihan regional dan mengamankan posisinya. Bagi Tiongkok, Kamboja bisa menjadi titik pijak penting di kawasan yang secara tradisional didominasi oleh pengaruh negara-negara Barat dan menjadi koridor penting dalam proyek Belt and Road Initiative.
Kedua, tindakan ini berpotensi merusak kredibilitas Tiongkok sebagai mediator yang netral dalam konflik regional. Jika sebuah negara secara bersamaan menyuplai senjata kepada salah satu pihak yang bertikai sambil menyerukan perdamaian, motif dan niatnya dapat dipertanyakan secara serius. Hal ini dapat menimbulkan kecurigaan di antara negara-negara anggota ASEAN lainnya, yang seringkali mengandalkan Tiongkok sebagai mitra dagang dan investor utama, namun juga sensitif terhadap keseimbangan kekuatan di kawasan. Kepercayaan yang terkikis dapat mempersulit upaya Tiongkok untuk memimpin inisiatif keamanan atau diplomasi di masa depan.
“Peran ganda Tiongkok dalam konflik Kamboja-Thailand bukan hanya sebuah anomali diplomatik, tetapi juga indikasi kuat bagaimana Beijing bersedia memanfaatkan pengaruhnya secara strategis untuk mengamankan kepentingannya. Ini menantang persepsi tentang Tiongkok sebagai pemain yang semata-mata mencari stabilitas, dan justru menyoroti kalkulasi geopolitik yang lebih dalam dalam strategi kebijakan luar negerinya,” ujar seorang analis kebijakan luar negeri yang enggan disebut namanya, pada 01 October 2025.
Ketiga, insiden ini dapat mempengaruhi dinamika keamanan di kawasan. Dengan lebih banyak senjata canggih di tangan salah satu pihak yang bersengketa, keseimbangan kekuatan militer mungkin bergeser, yang dapat mendorong pihak lain untuk mencari pasokan senjata serupa dari sumber lain, berpotensi memicu perlombaan senjata regional. Ini adalah skenario yang dihindari oleh sebagian besar negara di Asia Tenggara, yang lebih memilih stabilitas, pembangunan ekonomi, dan resolusi konflik secara damai.
Masa Depan Hubungan Regional dan Tanggapan Internasional
Pasca-pengungkapan ini, komunitas internasional, khususnya negara-negara anggota ASEAN, diperkirakan akan mengamati dengan seksama perkembangan hubungan antara Kamboja, Thailand, dan Tiongkok. Meskipun tidak ada tanggapan resmi yang dikeluarkan oleh Beijing atau Phnom Penh terkait laporan intelijen Thailand, tekanan untuk transparansi dan penjelasan mungkin akan meningkat. Thailand, sebagai pihak yang merasa dirugikan, mungkin akan mempertimbangkan langkah-langkah diplomatik untuk menyuarakan kekhawatirannya di forum-forum regional maupun bilateral.
Kredibilitas forum-forum dialog regional, seperti ASEAN Regional Forum (ARF) atau East Asia Summit, juga dapat teruji jika peran ganda semacam ini terus berlanjut tanpa pertanggungjawaban yang jelas. Insiden ini berfungsi sebagai pengingat akan kompleksitas dan tantangan inheren dalam menjaga perdamaian dan stabilitas di Asia Tenggara, sebuah wilayah yang semakin menjadi ajang perebutan pengaruh antara kekuatan-kekuatan besar dunia yang memiliki agenda masing-masing.
Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya đŸ‘‰
Beranda
