Dinamika Geopolitik Vietnam: Kekuatan Rusia dan Asia Menguat di Tengah Keraguan AS
Kawasan Asia Tenggara kembali menjadi sorotan dunia seiring dengan laporan kekhawatiran dari sekutu Amerika Serikat (AS) mengenai pergeseran orientasi strategis Vietnam. Di tengah apa yang mereka nilai sebagai volatilitas kebijakan Washington, pengaruh Rusia, Tiongkok, dan bahkan Korea Utara, dilaporkan semakin menguat di Hanoi, menandai fase baru dalam peta geopolitik regional.
Kekhawatiran tersebut mencuat seiring dengan upaya Moskow yang semakin intensif dalam menjalin hubungan bilateral, terutama melalui penjualan senjata dan diplomasi tingkat tinggi, yang berpotensi mendorong Vietnam menjauh dari lingkaran pengaruh Barat. Pergeseran ini, jika terus berlanjut, dapat mengubah keseimbangan kekuatan di Laut Tiongkok Selatan dan memengaruhi strategi Indo-Pasifik yang lebih luas dari AS dan para mitranya.
Pergeseran Hanoi: Daya Tarik Moskow dan Beijing Menguat
Vietnam, negara dengan sejarah panjang perjuangan kemerdekaan dan posisi geografis yang strategis, kini menghadapi pilihan rumit dalam menyeimbangkan hubungan dengan kekuatan global. Secara historis, Rusia (dahulu Uni Soviet) telah menjadi pemasok senjata utama dan mitra strategis bagi Vietnam. Kemitraan ini berlanjut hingga saat ini, di mana penjualan alutsista Rusia menawarkan pilihan yang terbukti andal dan terjangkau bagi angkatan bersenjata Vietnam. Sifat hubungan ini memberikan Hanoi semacam jaminan keamanan dan kemerdekaan dari tekanan Barat, yang seringkali disertai dengan prasyarat politik.
Selain Rusia, pengaruh Tiongkok juga tidak bisa diabaikan. Meskipun memiliki sengketa wilayah yang sensitif di Laut Tiongkok Selatan, Tiongkok adalah mitra dagang terbesar Vietnam. Kedekatan geografis dan kekuatan ekonomi raksasa Beijing menjadikannya pemain yang tak terhindarkan. Hubungan Tiongkok-Vietnam seringkali diliputi pragmatisme, di mana kerja sama ekonomi melampaui perbedaan politik. Seiring dengan ambisi Tiongkok di Indo-Pasifik, Hanoi harus secara cermat menavigasi hubungan ini untuk menjaga kedaulatan dan kepentingan nasionalnya.
Sementara itu, keterlibatan Korea Utara, meskipun lebih kecil, juga mengindikasikan adanya upaya diversifikasi mitra yang dilakukan Vietnam. Meski tidak pada skala Rusia atau Tiongkok, hubungan ini menunjukkan kecenderungan Vietnam untuk mempertahankan jalur komunikasi dan kerja sama dengan berbagai aktor, termasuk mereka yang berada di luar lingkup pengaruh AS.
Kekhawatiran Sekutu AS: Dampak Fluktuasi Kebijakan Washington
Sekutu-sekutu AS di kawasan, seperti Jepang, Korea Selatan, Australia, dan beberapa negara anggota ASEAN, memandang pergeseran ini dengan cemas. Mereka khawatir bahwa “volatilitas Amerika” – yang bisa mencakup perubahan arah kebijakan luar negeri yang mendadak, fokus yang bergeser dari satu administrasi ke administrasi berikutnya, atau bahkan ketidakpastian dalam komitmen keamanan – dapat membuat negara-negara seperti Vietnam mencari stabilitas dan dukungan di tempat lain. Bagi sekutu AS, konsistensi dan keandalan adalah kunci dalam menjaga aliansi dan menyeimbangkan kekuatan regional, terutama di tengah meningkatnya asertivitas Tiongkok.
Pergeseran ini dapat melemahkan upaya AS dan sekutunya untuk membangun front persatuan dalam menghadapi tantangan keamanan regional, termasuk sengketa Laut Tiongkok Selatan. Sebuah Vietnam yang lebih dekat dengan Rusia dan Tiongkok bisa berarti dukungan yang lebih rendah untuk inisiatif-inisiatif Barat terkait kebebasan navigasi dan tatanan berbasis aturan di kawasan.
“Persepsi tentang ketidakpastian kebijakan AS telah menciptakan celah yang dimanfaatkan dengan cerdik oleh Rusia dan Tiongkok,” ujar seorang analis geopolitik terkemuka pada 28 October 2025. “Bagi negara-negara seperti Vietnam, yang mencari stabilitas dan pertumbuhan, kemitraan yang dapat diprediksi dan menguntungkan akan selalu menjadi prioritas utama. AS perlu menunjukkan komitmen jangka panjang yang lebih kuat dan konsisten di Asia Tenggara jika tidak ingin kehilangan pengaruhnya secara signifikan.”
Situasi ini menyoroti kompleksitas diplomasi di era multipolar. Vietnam, seperti banyak negara lain, berusaha memaksimalkan keuntungannya dengan menjalin hubungan baik dengan semua pihak, tanpa sepenuhnya mengikatkan diri pada satu blok saja. Namun, tekanan eksternal dan dinamika internal akan terus membentuk arah kebijakan luar negerinya di tahun-tahun mendatang. Bagi AS dan sekutunya, tantangannya adalah untuk kembali menunjukkan diri sebagai mitra yang tak tergantikan dan stabil di tengah lanskap geopolitik yang terus bergolak.
Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya 👉
Beranda
