El Fasher di Ambang Bencana: Ratusan Ribu Sipil Terkepung di Tengah Perang
EL FASHER, SUDAN – Kota El Fasher, di wilayah Darfur Utara, Sudan, kini menjadi titik api krisis kemanusiaan yang mendalam. Setidaknya 260.000 warga sipil, termasuk perempuan, anak-anak, dan lansia, terperangkap dalam kepungan pertempuran sengit yang tak berkesudahan. Mereka menghadapi pilihan yang mengerikan: bertahan dengan risiko kelaparan dan serangan bom, atau melarikan diri dan menghadapi ancaman kekerasan seksual serta pembunuhan di jalur evakuasi.
Konflik yang telah berlangsung lebih dari setahun antara Angkatan Bersenjata Sudan (SAF) dan Pasukan Dukungan Cepat (RSF) telah mencapai puncaknya di El Fasher. Kota ini merupakan satu-satunya ibu kota negara bagian di Darfur yang belum sepenuhnya dikuasai oleh RSF, menjadikannya target strategis utama. Pengepungan ketat telah memutus akses vital bantuan kemanusiaan, memperparah kondisi hidup bagi penduduk yang semakin putus asa.
Pilihan Maut di Tengah Pengepungan
Bagi warga El Fasher, setiap hari adalah perjuangan untuk bertahan hidup. Laporan dari berbagai organisasi kemanusiaan dan saksi mata menggambarkan kondisi yang tak terbayangkan. Pasokan makanan, air bersih, dan obat-obatan menipis dengan cepat. Rumah sakit yang tersisa berjuang di bawah tekanan luar biasa, dengan persediaan medis yang hampir habis dan fasilitas yang rusak akibat bombardir.
Serangan udara dan artileri yang tak pandang bulu telah menghantam permukiman sipil, pasar, dan fasilitas kesehatan. Banyak warga yang tewas atau terluka dalam serangan tersebut, sementara ratusan ribu lainnya terpaksa berlindung di ruang bawah tanah atau bangunan yang hancur. Ketakutan akan bom dan peluru menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari mereka.
Namun, keputusan untuk melarikan diri tidak kalah mematikan. Jalur evakuasi dipenuhi dengan risiko tinggi, termasuk serangan dari kelompok bersenjata, ranjau darat, dan ancaman kekerasan seksual, terutama terhadap perempuan dan anak perempuan. Banyak pengungsi yang mencoba mencari perlindungan di kamp-kamp sementara yang terlalu penuh atau di wilayah yang juga tidak aman.
“Situasi di El Fasher telah mencapai titik kritis. Warga sipil terperangkap dalam pengepungan brutal, menghadapi pilihan yang mustahil antara kematian lambat karena kelaparan atau kematian cepat akibat kekerasan. Ini adalah pelanggaran terang-terangan terhadap hukum kemanusiaan internasional,” ujar seorang pejabat PBB pada 16 September 2025, menyerukan tindakan segera dari komunitas internasional.
Seruan Internasional dan Ketidakberdayaan
Komunitas internasional telah berulang kali menyuarakan keprihatinan mendalam atas situasi di El Fasher dan Darfur secara keseluruhan. Sekretaris Jenderal PBB dan berbagai organisasi kemanusiaan telah menyerukan gencatan senjata segera, pembukaan koridor kemanusiaan yang aman, dan perlindungan bagi warga sipil. Namun, seruan tersebut tampaknya belum membuahkan hasil signifikan di lapangan.
Konflik di Sudan, yang pecah pada April 2023, telah menyebabkan salah satu krisis pengungsian terbesar di dunia. Jutaan orang terpaksa meninggalkan rumah mereka, dan jutaan lainnya menghadapi kerawanan pangan parah. El Fasher hanyalah salah satu cerminan dari kehancuran yang melanda seluruh negeri.
Analis khawatir bahwa jika pertempuran di El Fasher terus berlanjut tanpa intervensi efektif, kota tersebut akan jatuh ke dalam bencana kemanusiaan yang lebih parah. Perlindungan warga sipil dan akses bantuan kemanusiaan adalah prioritas utama yang harus segera direalisasikan untuk mencegah hilangnya lebih banyak nyawa dan menghindari eskalasi kekerasan yang tidak terkendali.
Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya 👉
Beranda
