Gaza: RSUD Hadapi Krisis Kelaparan Parah, Tenaga Medis Kolaps

Rumah sakit-rumah sakit di Jalur Gaza saat ini berada di ambang krisis kemanusiaan yang parah, dengan laporan luas mengenai kelangkaan makanan yang mengancam pasien dan tenaga medis. Pembatasan bantuan kemanusiaan yang diberlakukan telah memperburuk situasi, mengubah fasilitas kesehatan menjadi sarang kelaparan alih-alih pusat penyembuhan. Kondisi ini dikhawatirkan akan memicu gelombang penyakit dan kematian yang tidak dapat dicegah di wilayah yang sudah porak-poranda ini.
Kondisi Mencekam di Fasilitas Medis
Di dalam bangsal-bangsal rumah sakit yang dulunya berfungsi sebagai benteng terakhir harapan, pemandangan menyedihkan kini menjadi hal lumrah. Pasien, termasuk anak-anak dan bayi yang baru lahir, berjuang untuk mendapatkan nutrisi yang cukup, menghambat proses pemulihan mereka dari berbagai penyakit dan cedera. Ketersediaan makanan yang nyaris nol di banyak fasilitas medis berarti bahwa pasien yang membutuhkan asupan nutrisi untuk pemulihan, justru semakin melemah setiap harinya.
Kondisi paling kritis terlihat pada stok susu formula bayi yang menipis drastis, meninggalkan bayi-bayi rentan dalam bahaya kelaparan parah. Dokter dan perawat, para garda terdepan yang seharusnya fokus menyelamatkan nyawa, kini justru harus berjuang melawan rasa lapar yang melumpuhkan diri mereka sendiri. Laporan-laporan yang memilukan menunjukkan perawat pingsan di lorong-lorong rumah sakit akibat kelelahan dan kurangnya asupan makanan, sebuah indikasi betapa parahnya situasi yang mereka hadapi.
Kondisi ini secara drastis mengurangi kapasitas mereka untuk memberikan perawatan optimal, memperburuk prognosis pasien yang sudah lemah akibat luka dan penyakit. Alih-alih mendapatkan nutrisi penting untuk penyembuhan, pasien justru mengalami penurunan berat badan dan memburuknya kondisi kesehatan karena kelaparan. Situasi ini menciptakan dilema moral yang mendalam bagi para tenaga medis, yang harus menyaksikan penderitaan tanpa memiliki sumber daya dasar untuk mengatasinya.
Kami tidak lagi berjuang hanya untuk mengobati luka dan penyakit. Kami berjuang melawan musuh yang tak terlihat: kelaparan. Bagaimana kami bisa meminta pasien untuk pulih jika kami tidak bisa memberi mereka makanan, bahkan untuk diri kami sendiri? ungkap seorang dokter di Rumah Sakit Al-Shifa, yang meminta identitasnya dirahasiakan demi keamanan, dalam sebuah laporan yang diterima 27 July 2025.
Dampak Pembatasan Bantuan dan Krisis Kemanusiaan Menyeluruh
Krisis gizi ini adalah konsekuensi langsung dari pembatasan ketat yang diberlakukan terhadap masuknya bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza. Sejak eskalasi konflik, arus pasokan makanan, air bersih, bahan bakar, dan obat-obatan telah terhambat secara drastis, memicu krisis kemanusiaan yang komprehensif di seluruh wilayah kantong padat penduduk tersebut. Meskipun ada seruan internasional yang terus-menerus untuk pembukaan koridor bantuan tanpa hambatan, upaya tersebut belum membuahkan hasil signifikan di lapangan.
Sebelumnya, situasi kemanusiaan di Gaza telah digambarkan sebagai bencana, dengan jutaan orang bergantung pada bantuan eksternal. Kini, dengan rumah sakit yang kewalahan dan dilanda kelaparan, krisis tersebut mencapai tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya. Kekurangan pangan telah menyebabkan peningkatan tajam kasus malnutrisi akut, terutama pada anak-anak, yang berisiko tinggi mengalami kerusakan kesehatan jangka panjang.
Komunitas internasional terus memantau situasi dengan cemas, dengan banyak pihak mendesak semua pihak terkait untuk memprioritaskan kebutuhan sipil dan mengizinkan bantuan kemanusiaan vital masuk tanpa hambatan. Masa depan ribuan nyawa di Gaza kini bergantung pada aliran bantuan yang sangat dibutuhkan ini, yang harus segera tiba untuk mencegah keruntuhan total sistem kesehatan dan kemanusiaan.
Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya 👉
Beranda