Gempa Maut Guncang Afghanistan Utara, Ancam Situs Bersejarah dan Kemanusiaan
        Sebuah gempa bumi berkekuatan magnitudo 6,3 mengguncang wilayah Afghanistan utara pada 03 November 2025, menyebabkan kerusakan signifikan pada struktur bangunan, termasuk Masjid Biru yang ikonik di Mazar-i-Sharif. Guncangan dahsyat ini memicu kepanikan luas di kalangan warga dan menimbulkan kekhawatiran serius akan potensi korban jiwa dan krisis kemanusiaan yang memburuk di negara yang sudah rapuh.
Episentrum gempa dilaporkan berada di dekat Mazar-i-Sharif, sebuah kota metropolitan di utara yang dikenal dengan kemegahan arsitektur dan signifikansi budayanya. Laporan awal mengindikasikan bahwa Masjid Biru, atau Rawza-e-Sharif, sebuah kompleks makam sufi yang dianggap sebagai salah satu situs paling suci di Afghanistan dan tujuan ziarah utama, mengalami kerusakan struktural. Retakan dilaporkan muncul pada dinding-dinding kuno dan beberapa bagian plesteran rontok, menimbulkan kekhawatiran besar akan integritas salah satu warisan budaya terpenting Afghanistan.
Selain kerusakan pada situs bersejarah, gempa tersebut juga diperkirakan telah menyebabkan kehancuran pada rumah-rumah penduduk dan infrastruktur lainnya di daerah terdampak. Meskipun jumlah pasti korban belum dapat dipastikan, besarnya magnitudo gempa mengisyaratkan kemungkinan terjadinya korban jiwa dan ribuan orang kehilangan tempat tinggal. Tim penyelamat dan pemerintah setempat bergegas melakukan penilaian kerusakan dan upaya pencarian korban di tengah kondisi yang menantang.
Kerusakan Warisan dan Ancaman Kemanusiaan
Masjid Biru bukan sekadar bangunan ibadah; ia adalah simbol kebanggaan nasional dan bukti kekayaan sejarah Afghanistan yang berusia berabad-abad. Kerusakan pada masjid ini adalah pukulan telak bagi warisan budaya global dan memerlukan upaya konservasi yang cermat dan mahal. Di luar nilai historis, dampak gempa ini juga sangat terasa pada kehidupan sehari-hari masyarakat. Ribuan keluarga kini terpaksa mengungsi, menghadapi ancaman kelangkaan makanan, air bersih, dan pasokan medis.
Afghanistan adalah salah satu negara yang paling rentan terhadap bencana alam, termasuk gempa bumi, banjir, dan kekeringan. Infrastruktur yang sudah lemah, ditambah dengan krisis ekonomi dan politik yang berkepanjangan, membuat negara ini sangat tidak siap menghadapi guncangan seperti ini. Gempa sebelumnya pada Juni 2022 di provinsi Paktika dan Khost telah menewaskan lebih dari 1.000 orang, menyoroti urgensi untuk memperkuat ketahanan bencana dan sistem tanggap darurat.
Respons Darurat dan Tantangan Bantuan
Pemerintah setempat dan lembaga-lembaga kemanusiaan sedang berjuang untuk memberikan bantuan kepada daerah-daerah yang terkena dampak. Namun, akses yang sulit ke beberapa wilayah terpencil, ditambah dengan terbatasnya sumber daya, menjadi hambatan utama dalam operasi penyelamatan dan penyaluran bantuan. Kebutuhan mendesak meliputi tenda darurat, selimut, makanan siap saji, air minum, dan peralatan medis untuk merawat korban luka.
“Situasi di lapangan sangat memprihatinkan. Gempa ini tidak hanya menghancurkan bangunan, tetapi juga memperburuk krisis kemanusiaan yang sudah ada di Afghanistan. Kami memerlukan dukungan internasional segera untuk menyelamatkan nyawa dan menyediakan tempat berlindung bagi ribuan orang yang kehilangan segalanya,” kata Dr. Fatima Nazari, seorang koordinator bantuan darurat PBB di Afghanistan.
Komunitas internasional didesak untuk meningkatkan upaya bantuan mereka. Tanpa dukungan global yang cepat dan terkoordinasi, konsekuensi dari gempa ini dapat jauh lebih buruk, menyebabkan penderitaan yang tak terhingga bagi jutaan warga Afghanistan yang sudah berada di ambang bencana kemanusiaan. Jalan menuju pemulihan akan panjang dan berliku, membutuhkan komitmen berkelanjutan tidak hanya untuk rekonstruksi fisik tetapi juga untuk membangun kembali harapan dan ketahanan masyarakat.
Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya đŸ‘‰
Beranda
