Jepang Menimbang Kembali Pacifisme 80 Tahun Pasca-Bom Atom

Delapan puluh tahun setelah bom atom meluluhlantakkan Hiroshima, Jepang, yang secara historis dikenal sebagai benteng pacifisme pasca-Perang Dunia II, kini menghadapi pergolakan fundamental dalam identitas keamanannya. Sentimen yang berkembang di kalangan masyarakat dan elit politik menunjukkan bahwa doktrin perdamaian demi perdamaian mungkin tidak lagi dianggap cukup di tengah lanskap geopolitik global yang berubah drastis.
Peringatan 80 tahun tragedi Hiroshima pada 06 August 2025 mendatang akan menjadi momen refleksi mendalam bagi sebuah bangsa yang sejak 1947 telah mengabadikan klausul anti-perang dalam konstitusinya. Pasal 9 Konstitusi Jepang secara eksplisit menolak perang sebagai sarana untuk menyelesaikan sengketa internasional dan melarang kepemilikan angkatan bersenjata yang berpotensi menyerang. Namun, ancaman regional yang meningkat dan ketidakpastian tatanan global telah memicu perdebatan sengit tentang relevansi dan keberlanjutan filosofi ini.
Pergeseran Paradigma Keamanan Nasional
Pergeseran ini bukan tanpa alasan. Ekspansi militer Tiongkok yang agresif di Laut Cina Timur dan Selatan, program rudal balistik serta nuklir Korea Utara yang semakin mengkhawatirkan, dan invasi Rusia ke Ukraina telah memaksa Tokyo untuk menghadapi realitas geopolitik yang lebih keras. Kepemimpinan Jepang, terutama di bawah Perdana Menteri Fumio Kishida, telah mengambil langkah-langkah yang sebelumnya tak terbayangkan untuk memperkuat kemampuan pertahanan negara, termasuk rencana peningkatan anggaran pertahanan menjadi 2% dari PDB dan akuisisi kemampuan serangan balik (counter-strike capability) yang dapat mencapai wilayah musuh.
Para pendukung perubahan ini berpendapat bahwa pacifisme murni tanpa kemampuan pertahanan diri yang kredibel dapat membuat Jepang rentan. Mereka berargumen bahwa dalam dunia yang semakin tidak stabil, kemampuan untuk mencegah agresi adalah bentuk perdamaian yang lebih realistis dan pragmatis. Ide bahwa perdamaian dapat dipertahankan hanya dengan tidak memiliki kekuatan militer ofensif, menurut mereka, adalah kemewahan yang tidak dapat lagi dipertahankan.
Suara-suara di Tengah Perdebatan
Namun, gagasan untuk merombak doktrin pasifis Jepang menghadapi perlawanan keras dari berbagai pihak, termasuk kelompok penyintas bom atom (Hibakusha), aktivis perdamaian, dan sebagian besar oposisi politik. Bagi mereka, kenangan akan Hiroshima dan Nagasaki adalah peringatan abadi tentang kengerian perang dan pentingnya menjunjung tinggi prinsip non-kekerasan. Mereka khawatir bahwa langkah-langkah menuju militerisasi ulang, bahkan untuk tujuan pertahanan, dapat menyeret Jepang kembali ke jalur yang berbahaya dan memicu perlombaan senjata di kawasan.
Kami yang selamat dari kengerian itu bersumpah untuk tidak pernah membiarkan hal serupa terjadi lagi. Perdamaian sejati bukan hanya ketiadaan perang, tetapi juga komitmen tanpa syarat untuk menghindari kekerasan. Menguatkan militer, bahkan dengan alasan pertahanan, adalah langkah mundur dari janji itu.
– Seorang perwakilan dari kelompok penyintas bom atom Hiroshima, yang identitasnya dirahasiakan atas permintaan mereka.
Perdebatan ini juga mencerminkan adanya kesenjangan generasi. Generasi muda Jepang, yang tumbuh jauh dari trauma perang dan dibesarkan di era ancaman siber serta misil, mungkin memiliki pandangan yang lebih pragmatis tentang kebutuhan pertahanan negara. Sementara itu, generasi yang lebih tua, yang secara langsung atau tidak langsung merasakan dampak perang, cenderung lebih berpegang teguh pada idealisme pasifis.
Masa depan identitas keamanan Jepang masih menjadi tanda tanya besar. Di satu sisi, ada dorongan kuat untuk beradaptasi dengan realitas geopolitik yang kejam, yang mungkin berarti meninjau kembali konstitusi dan postur pertahanan. Di sisi lain, ada warisan moral yang kuat dari pengalaman Hiroshima, yang menyerukan komitmen abadi terhadap perdamaian dan penolakan perang. Bagaimana Jepang menyeimbangkan kedua kutub ini akan menentukan arahnya di panggung global untuk dekade-dekade mendatang.
Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya 👉
Beranda