Kemenangan Penuh Risiko: Israel Semakin Terisolasi Meski Unggul Militer

TEL AVIV, 05 July 2025 – Israel, sebuah negara yang sejak pendiriannya terus menghadapi ancaman keamanan, kini diklaim berada dalam posisi terkuatnya dari segi militer. Keunggulan ini tercermin dari operasi militer masif di Jalur Gaza, serta serangan-serangan yang ditujukan kepada kelompok-kelompok proksi Iran di Lebanon dan Suriah. Namun, di balik keberhasilan militer tersebut, muncul sebuah paradoks pahit: kampanye militer yang intensif justru mengikis posisi dan citra Israel di mata negara-negara demokrasi dunia, memperdalam isolasinya di panggung internasional.
Kekuatan Militer dan Tantangan Keamanan Regional
Pasca-serangan 7 Oktober, Israel melancarkan operasi militer besar-besaran di Jalur Gaza dengan tujuan utama menghancurkan kemampuan militer dan pemerintahan Hamas. Dengan kekuatan udara, darat, dan laut yang superior, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) berhasil merebut wilayah-wilayah kunci, membongkar jaringan terowongan, dan melumpuhkan banyak unit tempur Hamas. Di waktu yang bersamaan, Israel juga secara aktif menargetkan posisi Hizbullah di Lebanon Selatan dan faksi-faksi bersenjata yang didukung Iran di Suriah, sebagai bagian dari strategi pencegahan dan penanggulangan ancaman regional.
Pemerintah Israel meyakini bahwa langkah-langkah agresif ini esensial untuk menjamin keamanan jangka panjang negaranya. Argumentasi yang sering digaungkan adalah bahwa penghancuran infrastruktur kelompok militan di perbatasan adalah satu-satunya cara untuk mencegah terulangnya serangan serupa di masa depan. Meskipun operasi ini telah menyebabkan kerugian besar di pihak musuh-musuh Israel dan secara signifikan mengurangi kapasitas mereka untuk melancarkan serangan berskala besar, dampaknya terhadap stabilitas regional dan hubungan internasional sangat kompleks.
Harga Diplomatis dari Konflik Berkepanjangan
Meski mengklaim kemenangan militer, perang di Gaza dan eskalasi regional telah menimbulkan biaya diplomatik yang tinggi bagi Israel. Laporan-laporan mengenai tingginya angka korban sipil, krisis kemanusiaan yang parah, dan kehancuran infrastruktur di Gaza telah memicu gelombang kecaman internasional. Banyak negara demokrasi, termasuk sekutu tradisional Israel seperti Amerika Serikat dan negara-negara Eropa, menyuarakan keprihatinan mendalam atas metode perang yang digunakan dan dampaknya terhadap penduduk sipil.
Citra Israel sebagai negara demokrasi yang menjunjung tinggi hukum internasional kian terkikis. Berbagai lembaga internasional, termasuk Mahkamah Internasional (ICJ) dan Mahkamah Pidana Internasional (ICC), telah memulai penyelidikan terhadap dugaan pelanggaran hukum internasional dalam konflik tersebut. Demonstrasi besar-besaran di berbagai kota besar dunia menuntut gencatan senjata dan mengkritik kebijakan Israel, menunjukkan pergeseran opini publik global.
“Secara taktis, Israel mungkin telah mencapai tujuan militernya, tetapi secara strategis, mereka membayar harga yang sangat mahal. Citra mereka sebagai negara yang berjuang untuk eksistensi, kini bergeser menjadi negara yang dituduh melanggar hak asasi manusia. Ini adalah kerugian jangka panjang yang akan sulit dipulihkan dan berpotensi mengubah dinamika aliansi regional maupun internasional,” ujar seorang analis kebijakan luar negeri dari think tank Eropa, yang tidak ingin disebutkan namanya.
Prospek Isolasi dan Masa Depan Hubungan Internasional
Kedalaman isolasi yang dialami Israel berpotensi membawa konsekuensi signifikan bagi masa depan hubungan internasionalnya. Di tingkat diplomatik, negara-negara yang sebelumnya bersikap netral atau bersahabat mulai mengambil jarak. Upaya normalisasi hubungan dengan negara-negara Arab tertentu, yang sebelumnya menunjukkan kemajuan, kini terancam mandek atau bahkan berbalik arah.
Tekanan internasional untuk mengakui negara Palestina, yang sempat meredup, kini kembali menguat dari berbagai penjuru dunia. Ini bisa berarti berkurangnya dukungan diplomatik dalam forum-forum PBB dan organisasi internasional lainnya. Meskipun Israel memiliki dukungan kuat dari beberapa negara kunci, terutama Amerika Serikat, tingkat dukungan ini juga mulai mendapat pengawasan ketat dari publik dan politisi di negara-negara tersebut.
Situasi ini menempatkan Israel pada persimpangan jalan. Sementara kekuatannya di medan perang tidak diragukan, tantangan terbesar bagi negara itu mungkin bukan lagi dari musuh-musuh bersenjata, melainkan dari perjuangan untuk mendapatkan kembali legitimasi dan posisi di tengah komunitas internasional yang semakin kritis.
Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya 👉
Beranda