Ketegangan Perbatasan Thailand-Kamboja Memuncak, Belasan Tewas dalam Baku Tembak

Setidaknya belasan orang dilaporkan tewas setelah militer Thailand dan Kamboja terlibat baku tembak sengit di perbatasan kedua negara pada Kamis pekan lalu. Insiden mematikan ini dipicu oleh ketegangan yang telah lama membara atas sengketa wilayah, memicu kekhawatiran akan stabilitas regional di Asia Tenggara.
Konfrontasi bersenjata, yang menandai eskalasi signifikan dalam konflik perbatasan yang sudah berlangsung puluhan tahun, terjadi setelah ketegangan di area yang disengketakan mencapai puncaknya. Sumber-sumber militer dari kedua belah pihak melaporkan adanya penggunaan artileri berat dan senapan mesin, memaksa ribuan warga sipil di sekitar area konflik untuk mengungsi.
Latar Belakang Konflik yang Membara
Pusaran sengketa perbatasan antara Thailand dan Kamboja, yang seringkali memanas, berpusat pada klaim atas area seluas 4,6 kilometer persegi di sekitar Kuil Preah Vihear. Kuil kuno berusia abad ke-11 ini, yang terdaftar sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO, secara historis telah menjadi titik nyala konflik.
Meskipun Mahkamah Internasional (ICJ) pada tahun 1962 memutuskan bahwa kuil tersebut berada di wilayah Kamboja, demarkasi perbatasan di sekitar kuil dan area di sekitarnya tetap menjadi sumber perselisihan yang belum terselesaikan. Kedua negara menempatkan pasukan di sepanjang perbatasan yang disengketakan, menciptakan situasi tegang yang rentan terhadap insiden kecil yang dapat dengan cepat membesar.
Pada Kamis pekan lalu, ketegangan tersebut mencapai titik didih. Laporan awal menunjukkan bahwa baku tembak dimulai di pagi hari dan berlangsung selama beberapa jam. Kedua belah pihak saling menyalahkan atas insiden tersebut, dengan Bangkok menuduh pasukan Kamboja melanggar kedaulatan wilayahnya, sementara Phnom Penh bersikeras bahwa mereka hanya membela diri terhadap agresi Thailand.
Reaksi Internasional dan Seruan Damai
Insiden mematikan ini segera menarik perhatian internasional. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan negara-negara anggota ASEAN (Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara) mendesak kedua negara untuk menahan diri dan menyelesaikan perbedaan mereka melalui dialog. Kekhawatiran meningkat bahwa konflik ini dapat mengganggu kerja sama regional dan stabilitas ekonomi.
Para pejabat dari kedua belah pihak telah melakukan pernyataan yang saling bertentangan, yang semakin mempersulit upaya mediasi. Meskipun demikian, ada seruan yang terus-menerus agar para pemimpin Thailand dan Kamboja bertemu untuk meredakan ketegangan dan mencari solusi jangka panjang yang damai.
Insiden mematikan ini menggarisbawahi urgensi dialog dan resolusi damai atas sengketa perbatasan yang telah berlangsung puluhan tahun. Stabilitas regional sangat bergantung pada kemampuan kedua negara untuk mengesampingkan perbedaan dan bekerja menuju masa depan yang harmonis, kata seorang analis hubungan internasional yang enggan disebutkan namanya, merujuk pada dampak yang lebih luas dari konflik ini.
Meskipun gencatan senjata telah diumumkan secara sporadis, situasi di perbatasan tetap tegang hingga 25 July 2025. Keamanan di area tersebut terus menjadi prioritas utama bagi kedua pemerintah, dengan banyak warga sipil masih belum dapat kembali ke rumah mereka karena kekhawatiran akan terulangnya kekerasan.
Komunitas internasional terus memantau situasi dengan cermat, berharap bahwa kedua negara dapat menemukan jalan menuju perdamaian abadi dan mencegah terulangnya tragedi yang telah merenggut banyak nyawa. Tekanan diplomatik diperkirakan akan meningkat untuk mendorong kedua belah pihak kembali ke meja perundingan dan mencapai kesepakatan yang mengikat secara hukum mengenai demarkasi perbatasan yang disengketakan.
Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya 👉
Beranda