Krisis Pangan Melumpuhkan Rumah Sakit Gaza: Staf Kolaps, Formula Bayi Kritis

Situasi kemanusiaan di Jalur Gaza telah mencapai titik kritis dengan lonjakan kelaparan yang meluas, secara khusus melumpuhkan operasional rumah sakit. Pasca-pembatasan ketat terhadap bantuan kemanusiaan oleh Israel, fasilitas medis di seluruh wilayah tersebut kini menghadapi tantangan ganda: merawat pasien yang menderita gizi buruk ekstrem dan menjaga agar staf mereka sendiri tetap bertahan hidup di tengah kelangkaan pangan yang parah.

Laporan dari dalam Gaza, hingga 28 July 2025, mengindikasikan bahwa para dokter dan perawat, garda terdepan penanganan krisis, seringkali tidak mampu menemukan makanan untuk diri mereka sendiri. Kondisi ini menyebabkan kelelahan ekstrem, dehidrasi, dan bahkan pingsan saat bertugas. Tenaga medis yang seharusnya menjadi tulang punggung sistem kesehatan kini berjuang dengan energi minimal untuk menyelamatkan nyawa, sementara mereka sendiri berada di ambang kelaparan.

Kondisi ini diperparah dengan menipisnya, bahkan habisnya, persediaan nutrisi esensial seperti susu formula bayi. Ribuan bayi yang bergantung pada asupan ini untuk bertahan hidup kini berada dalam risiko tinggi. Rumah sakit juga melaporkan kekurangan makanan terapeutik untuk pasien yang menderita malnutrisi parah, menghambat proses pemulihan dan meningkatkan angka kematian.

Krisis Kemanusiaan yang Semakin Parah

Tidak hanya di lingkungan medis, kelaparan kini menjadi kenyataan pahit yang dihadapi sebagian besar penduduk Gaza. Sejak dimulainya konflik dan pembatasan bantuan, harga kebutuhan pokok melonjak tak terkendali, sementara pasokan makanan dasar seperti tepung, beras, gula, dan minyak goreng hampir tidak ada. Organisasi PBB telah berulang kali memperingatkan bahwa seluruh populasi Gaza, yang berjumlah sekitar 2,3 juta jiwa, kini menghadapi tingkat kelaparan akut yang belum pernah terjadi sebelumnya, dengan bagian utara Gaza berada di ambang bencana kelaparan.

Anak-anak, ibu hamil, dan lansia menjadi kelompok paling rentan terhadap dampak kelaparan ini. Kasus-kasus malnutrisi akut pada anak-anak dilaporkan meningkat drastis, mengakibatkan penyakit penyerta yang sulit diobati di tengah sistem kesehatan yang runtuh. Tanpa akses yang memadai terhadap nutrisi, sistem kekebalan tubuh melemah, membuat penduduk lebih rentan terhadap infeksi dan penyakit lainnya.

Hambatan Bantuan dan Seruan Internasional

Peningkatan kelaparan ini dikaitkan erat dengan pembatasan ketat terhadap masuknya bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza oleh Israel. Pihak berwenang Israel menyatakan pembatasan tersebut diperlukan untuk alasan keamanan, namun lembaga-lembaga kemanusiaan internasional dan PBB mengecam bahwa prosedur inspeksi yang lambat dan jumlah penyeberangan yang terbatas sangat menghambat pengiriman pasokan vital yang dibutuhkan secara masif.

Berbagai organisasi kemanusiaan terus menyerukan pembukaan jalur bantuan tanpa hambatan dan peningkatan jumlah truk yang diizinkan masuk setiap hari. Mereka juga mendesak gencatan senjata segera untuk memungkinkan distribusi bantuan secara aman dan efektif ke seluruh wilayah Gaza. Tekanan internasional untuk mengatasi krisis kemanusiaan yang memburuk ini semakin meningkat, namun hingga saat ini, perubahan signifikan dalam aliran bantuan masih sangat terbatas.

“Kami menyaksikan anak-anak dan orang dewasa sekarat bukan karena luka perang, tetapi karena kelaparan dan dehidrasi. Situasi di rumah sakit sudah tidak tertanggulangi; staf tidak punya energi, dan kami kekurangan segalanya,” ujar seorang pekerja kemanusiaan yang baru-baru ini dievakuasi dari Gaza, menggambarkan kondisi putus asa di lapangan.

Tanpa intervensi segera dan peningkatan akses bantuan kemanusiaan yang masif, pakar memperingatkan bahwa krisis pangan di Gaza akan terus memburuk, mengakibatkan konsekuensi jangka panjang yang tidak dapat diubah bagi generasi yang akan datang dan menempatkan lebih banyak nyawa dalam bahaya ekstrem.

Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya 👉
Beranda