August 24, 2025

LOKAL TIMES

Update Terus, Gak Ketinggalan Zaman!

Krisis Wajib Militer Ultra-Ortodoks Guncang Israel, Ancam Koalisi Netanyahu

TEL AVIV – Israel menghadapi salah satu krisis domestik terbesarnya dalam beberapa dekade terakhir, yang memicu keretakan sosial dan politik di tengah ketegangan regional yang memanas. Sumber ketegangan ini berpusat pada masalah wajib militer bagi warga Israel ultra-Ortodoks atau Haredi, yang secara tradisional dibebaskan dari dinas militer. Perdebatan sengit ini tidak hanya memecah belah masyarakat Israel, tetapi juga mengancam stabilitas koalisi pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, yang pada 24 August 2025 menghadapi tekanan publik dan hukum yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Sejarah Pengecualian dan Eskalasi Tekanan

Pengecualian wajib militer bagi para pelajar Yeshiva (sekolah agama Yahudi) telah menjadi bagian dari lanskap hukum Israel selama puluhan tahun, berakar pada perjanjian yang dibuat oleh Bapak Pendiri Israel, David Ben-Gurion, pada masa awal negara itu. Awalnya, pengecualian ini hanya berlaku untuk beberapa ratus pelajar, dengan alasan bahwa studi Taurat mereka berkontribusi pada perlindungan spiritual bangsa. Seiring berjalannya waktu, komunitas Haredi berkembang pesat, dan jumlah pemuda yang dibebaskan dari wajib militer pun meningkat signifikan, mencapai puluhan ribu orang.

Situasi ini memicu ketidakpuasan yang semakin besar di kalangan warga Israel sekuler dan juga kelompok religius-nasionalis yang anaknya menjalani wajib militer, bahkan seringkali bertugas di unit tempur. Mereka berpendapat bahwa beban pertahanan negara harus ditanggung secara merata oleh semua warga negara. Tekanan untuk mengakhiri pengecualian ini telah berulang kali muncul ke permukaan, namun selalu menemui jalan buntu karena kerumitan politik dan sensitivitas keagamaan.

Namun, agresi militer yang sedang berlangsung telah meningkatkan kebutuhan akan lebih banyak tentara, membawa isu ini ke titik didih. Angkatan Bersenjata Israel (IDF) menghadapi tantangan logistik dan sumber daya manusia yang belum pernah terjadi sebelumnya, sehingga tuntutan untuk mengakhiri pengecualian Haredi semakin gencar. Mahkamah Agung Israel juga telah menetapkan tenggat waktu bagi pemerintah untuk mengajukan undang-undang baru mengenai masalah ini, mengindikasikan bahwa status quo tidak dapat dipertahankan lebih lama lagi.

Keretakan Sosial dan Ancaman Politik

Penolakan ultra-Ortodoks terhadap wajib militer berakar pada keyakinan mendalam bahwa studi Taurat mereka adalah bentuk perlindungan spiritual yang sama pentingnya, jika tidak lebih penting, daripada dinas militer fisik. Mereka khawatir bahwa paparan terhadap nilai-nilai sekuler di militer dapat mengikis identitas agama dan cara hidup komunitas mereka yang ketat. Protes besar-besaran yang dipimpin oleh para rabi dan tokoh masyarakat Haredi telah terjadi di berbagai kota, menegaskan tekad mereka untuk menentang upaya pengerahan tentara.

“Kami telah berkorban dengan cara kami sendiri, mendedikasikan hidup kami untuk studi Taurat yang kami yakini melindungi Israel. Memaksa kami bergabung dengan militer adalah ancaman terhadap eksistensi spiritual kami, sebuah pengkhianatan terhadap kesepakatan dasar yang menopang masyarakat kami. Kami akan menolak paksaan ini dengan segala cara yang damai.”

— Sebuah pernyataan anonim dari seorang rabi Haredi terkemuka, mencerminkan sentimen komunitas.

Di sisi lain, publik Israel, terutama keluarga yang kehilangan anggota dalam konflik atau yang anaknya sedang bertugas, merasa sangat frustrasi dengan apa yang mereka anggap sebagai “penghindaran tanggung jawab.” Perpecahan ini telah memperlebar jurang antara komunitas sekuler dan Haredi, menciptakan ketegangan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Media nasional dipenuhi dengan laporan dan diskusi tentang kesenjangan ini, mencerminkan kekhawatiran serius tentang persatuan nasional di masa perang.

Secara politik, masalah ini menjadi bom waktu bagi koalisi pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu. Partai-partai Haredi, seperti Shas dan United Torah Judaism, adalah pilar penting dari mayoritas parlemen Netanyahu. Jika pemerintah mencoba untuk memberlakukan wajib militer pada komunitas Haredi tanpa konsensus atau penyesuaian yang dapat diterima, partai-partai ini dapat menarik dukungan mereka, yang kemungkinan besar akan menyebabkan runtuhnya koalisi dan memicu pemilihan umum baru. Di tengah konflik yang sedang berlangsung dan krisis keamanan, prospek ketidakstabilan politik semacam itu adalah skenario terburuk bagi banyak warga Israel.

Dengan tenggat waktu Mahkamah Agung semakin dekat dan tekanan publik terus meningkat, Netanyahu berada di persimpangan jalan. Ia harus menavigasi antara tuntutan militer dan publik untuk keadilan dalam pembagian beban, serta menjaga keutuhan koalisinya yang rapuh. Masa depan pengecualian wajib militer Haredi tidak hanya akan menentukan nasib ribuan pemuda ultra-Ortodoks, tetapi juga akan membentuk kembali lanskap sosial dan politik Israel untuk tahun-tahun mendatang. Krisis ini, yang telah mendidih selama beberapa dekade, kini berada pada puncaknya, menguji batas persatuan Israel pada saat paling rentan.


Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya 👉
Beranda

Copyright © All rights reserved. | Newsphere by AF themes.