Moskow Tetap Teguh: Tekanan Ekonomi-Militer Gagal Goyahkan Posisi Rusia di Ukraina
JAKARTA — Di tengah konflik berkepanjangan di Ukraina dan spekulasi mengenai potensi perundingan damai, Rusia nampaknya masih memegang kendali atas posisinya. Analisis dari berbagai pakar menunjukkan bahwa tekanan ekonomi dan militer yang dihadapi Moskow, meskipun signifikan, belum cukup kuat untuk secara fundamental mengubah kalkulus Kremlin dalam konflik tersebut. Ini menempatkan prospek perundingan damai pada pijakan yang kompleks, di mana Rusia merasa memiliki sedikit “titik lemah” untuk dieksploitasi oleh pihak lawan.
Perundingan damai sporadis antara Rusia dan Ukraina telah berulang kali terhenti tanpa terobosan substansial. Seiring berjalannya waktu, komunitas internasional terus mencari cara untuk mendorong kedua belah pihak ke meja perundingan yang produktif. Namun, pandangan dari para pengamat politik dan ekonomi global mengindikasikan bahwa Rusia saat ini tidak merasa berada di bawah tekanan yang cukup besar untuk membuat konsesi signifikan.
Ketahanan Ekonomi Rusia di Tengah Sanksi
Sejak invasi pada awal 2022, Rusia telah dihantam oleh serangkaian sanksi ekonomi paling komprehensif dalam sejarah modern yang diberlakukan oleh negara-negara Barat. Tujuannya adalah untuk melumpuhkan ekonomi Rusia dan memaksa Kremlin menghentikan agresinya di Ukraina. Meskipun ekonomi Rusia memang menunjukkan tanda-tanda ketegangan, termasuk inflasi yang tinggi dan gangguan pada rantai pasok tertentu, analis sepakat bahwa dampaknya belum cukup untuk “memaksa tangan” Rusia secara decisif.
Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF) telah merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Rusia beberapa kali, menunjukkan resiliensi yang tidak terduga. Moskow telah berhasil mengalihkan fokus perdagangannya ke negara-negara non-Barat, terutama Tiongkok dan India, yang terus membeli komoditas energinya. Selain itu, kontrol ketat pemerintah atas modal dan keuangan domestik, ditambah dengan cadangan devisa yang besar sebelum konflik, telah membantu meredam guncangan awal. Sektor militer, yang menjadi prioritas utama negara, terus menerima dukungan anggaran yang substansial, menciptakan semacam “ekonomi perang” yang beroperasi terpisah dari sektor sipil.
“Meskipun sanksi Barat telah menimbulkan biaya yang tidak sedikit bagi Rusia, kemampuan Kremlin untuk beradaptasi, menemukan pasar alternatif, dan memusatkan sumber daya pada sektor-sektor strategis telah memungkinkan mereka menahan tekanan ini lebih baik dari yang diperkirakan banyak orang. Ini berarti tekanan ekonomi saja belum cukup untuk memaksa Putin ke meja perundingan dengan posisi yang lemah,” kata seorang analis senior yang tidak ingin disebutkan namanya kepada media nasional pada 04 December 2025.
Keyakinan Militer dan Pernyataan Putin
Di sisi militer, pernyataan Presiden Vladimir V. Putin yang berulang kali menegaskan bahwa Rusia memenangkan perang di Ukraina semakin memperkuat pandangan bahwa Moskow tidak melihat perlunya berunding dari posisi defensif. Klaim Putin ini didasarkan pada kontrol Rusia atas sebagian wilayah Ukraina timur dan selatan, termasuk koridor darat ke Krimea, serta kemampuan mereka untuk terus melancarkan operasi militer.
Meskipun ada laporan mengenai kerugian besar di pihak Rusia dan tantangan logistik yang signifikan, propaganda domestik di Rusia terus menggambarkan upaya perang sebagai keberhasilan. Hal ini membentuk narasi publik yang mendukung kelanjutan konflik dan memperkuat legitimasi keputusan Putin. Bagi Kremlin, penguasaan wilayah-wilayah yang dicaplok dan kemampuan untuk mempertahankan garis depan yang panjang adalah bukti nyata dari keunggulan militer mereka, atau setidaknya, kemampuan untuk menahan serangan balasan Ukraina.
Para pengamat Barat berpendapat bahwa perang telah mencapai titik kebuntuan, dengan kedua belah pihak menghadapi kesulitan untuk membuat kemajuan signifikan. Namun, dari sudut pandang Moskow, jika mereka mampu mempertahankan posisi saat ini dan terus mendegradasi kapasitas militer Ukraina, maka tidak ada alasan mendesak untuk menawarkan konsesi dalam perundingan damai. Keyakinan diri ini, baik yang didasarkan pada realitas di lapangan maupun narasi politik, membuat Rusia tetap teguh dalam ambisinya.
Dengan kondisi ekonomi yang terbukti lebih tangguh dari perkiraan dan klaim kemenangan militer yang terus digaungkan oleh pemimpinnya, Rusia tampaknya akan memasuki setiap perundingan damai dengan posisi yang kuat. Ini menghadirkan tantangan besar bagi upaya diplomatik internasional dan mengindikasikan bahwa prospek perdamaian yang berkelanjutan mungkin masih jauh, kecuali ada perubahan signifikan dalam dinamika medan perang atau tekanan internal di Rusia.
Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya 👉
Beranda
