Negara-Negara Enggan Kirim Pasukan Keamanan ke Gaza: Kekhawatiran Misi dan Persepsi
Proposal pembentukan pasukan keamanan internasional di Jalur Gaza, sebagai bagian integral dari rencana perdamaian yang digagas oleh pemerintahan mantan Presiden AS Donald Trump, menghadapi tantangan signifikan berupa keengganan dari berbagai negara. 22 October 2025, prospek pengiriman pasukan asing ke wilayah konflik tersebut dinilai penuh risiko tinggi, ketidakjelasan mandat misi, serta potensi persepsi sebagai kekuatan pendudukan oleh masyarakat setempat.
Rencana perdamaian Trump, yang dikenal sebagai “Kesepakatan Abad Ini”, mengusulkan pembentukan kehadiran keamanan multinasional di Gaza. Tujuannya adalah untuk menjaga stabilitas, mencegah kekerasan, dan memungkinkan pembangunan kembali wilayah yang kerap dilanda konflik. Namun, harapan akan realisasi komponen keamanan ini membentur tembok realitas politik dan keamanan yang kompleks, di mana negara-negara potensial penyumbang pasukan menyuarakan kekhawatiran mendalam.
Dilema Keamanan dan Misi yang Tidak Jelas
Inti dari keengganan ini terletak pada potensi bahaya yang akan dihadapi pasukan tersebut. Jalur Gaza adalah wilayah yang dikuasai oleh Hamas, kelompok militan yang secara aktif terlibat dalam konflik bersenjata dengan Israel. Pengiriman pasukan keamanan internasional berpotensi menyeret mereka ke dalam bentrokan langsung dengan Hamas atau faksi-faksi bersenjata lainnya. Ancaman serangan asimetris, termasuk roket, ranjau, atau serangan tersembunyi, menjadi pertimbangan utama bagi setiap negara yang mempertimbangkan untuk mengerahkan pasukannya.
Selain ancaman fisik, ketidakjelasan misi menjadi batu sandungan besar. Apakah pasukan ini bertugas sebagai penjaga perdamaian netral, penegak gencatan senjata, atau justru memiliki mandat untuk melucuti senjata kelompok militan? Tanpa kerangka kerja yang jelas mengenai tujuan akhir, aturan keterlibatan (rules of engagement), dan otoritas yang diakui oleh semua pihak, misi semacam itu akan sangat rentan terhadap kegagalan dan dapat menimbulkan korban jiwa. Kurangnya kesepakatan politik yang komprehensif antara Israel, Otoritas Palestina, dan faksi-faksi di Gaza membuat mandat misi semakin kabur.
Para pengamat politik dan keamanan regional sepakat bahwa pengiriman pasukan asing ke Gaza tanpa konsensus luas dan mandat yang sangat jelas, sama saja dengan melemparkan diri ke dalam sarang lebah tanpa perlindungan. Risiko eskalasi konflik dan korban jiwa sangat tinggi.
Jebakan Persepsi Pendudukan dan Implikasi Regional
Faktor krusial lainnya adalah bagaimana kehadiran pasukan asing akan dipersepsikan oleh penduduk Gaza dan komunitas regional yang lebih luas. Dalam konteks sejarah panjang konflik di Timur Tengah, intervensi asing sering kali dilihat sebagai bentuk pendudukan atau upaya memaksakan kehendak eksternal. Apabila pasukan internasional tidak diterima secara luas oleh masyarakat Palestina—dan Hamas khususnya—mereka berisiko besar dicap sebagai kekuatan pendudukan, yang akan merusak legitimasi misi mereka dan meningkatkan kemungkinan perlawanan.
Implikasi regional juga tidak bisa diabaikan. Negara-negara Arab, yang memiliki hubungan kompleks dengan Palestina dan Israel, akan sangat berhati-hati dalam mendukung atau bahkan berpartisipasi dalam misi semacam ini. Mereka tidak ingin terlihat memaksakan solusi yang tidak didukung oleh rakyat Palestina sendiri atau berisiko memperburuk hubungan dengan salah satu pihak yang bertikai. Persepsi negatif dapat memicu ketidakstabilan di kawasan dan menimbulkan kecaman politik.
Singkatnya, meskipun rencana perdamaian Trump menggarisbawahi pentingnya stabilitas di Gaza melalui kehadiran keamanan internasional, rintangan praktis dan politis untuk mewujudkan hal tersebut tampak sangat besar. Tanpa dukungan kuat dan mandat yang jelas dari komunitas internasional serta penerimaan dari pihak-pihak yang bertikai, rencana pembentukan pasukan keamanan di Gaza tampaknya akan tetap menjadi proposal ambisius yang sulit direalisasikan dalam waktu dekat.
Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya 👉
Beranda
