Pasca-Serangan: Iran Perkuat Persatuan Nasional Lewat Gelombang Patriotisme Baru

Teheran, 22 July 2025 – Pemerintah teokratis Iran dikabarkan tengah mengorkestrasi sebuah strategi baru untuk mengkonsolidasikan dukungan domestik di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik, khususnya pasca-serangan yang dikaitkan dengan Israel dan Amerika Serikat. Taktik ini melibatkan penggunaan kembali kekayaan folklor dan lagu-lagu kebangsaan untuk membangkitkan gelombang nasionalisme baru, dengan tujuan menyalurkan kemarahan publik menjadi dukungan yang lebih besar terhadap rezim.
Strategi Penguatan Identitas Nasional
Dalam beberapa pekan terakhir, media yang dikendalikan negara, lembaga kebudayaan, dan para ulama di Iran terlihat meningkatkan upaya mereka dalam mempromosikan narasi patriotik. Strategi ini tidak hanya berfokus pada lagu-lagu kebangsaan yang sudah ada, tetapi juga pada gubahan ulang atau penciptaan lagu-lagu baru dengan lirik yang membakar semangat kepahlawanan dan ketahanan nasional. Cerita-cerita rakyat dan legenda pahlawan dari sejarah panjang Persia juga didramatisasi ulang, disiarkan melalui televisi, radio, dan platform digital, untuk menanamkan rasa kebanggaan kolektif dan identitas yang kuat di kalangan masyarakat.
Langkah ini merupakan upaya adaptif dari kepemimpinan Iran untuk memanfaatkan sentimen anti-asing dan kemarahan yang dipicu oleh agresi eksternal. Dengan menyoroti ancaman terhadap kedaulatan Iran dan martabat nasional, pemerintah berharap dapat mengalihkan fokus dari tantangan internal – seperti masalah ekonomi, sanksi internasional, dan ketidakpuasan sosial – menuju tujuan bersama untuk mempertahankan negara. Retorika yang kuat tentang persatuan nasional dan perlawanan terhadap musuh eksternal menjadi pilar utama dalam kampanye ini.
Motivasi di Balik Kebangkitan Patriotisme
Peningkatan propaganda nasionalis ini tidak terlepas dari serangkaian insiden keamanan dan serangan yang disasar pada fasilitas dan figur penting Iran, yang seringkali dikaitkan dengan aktor-aktor asing. Insiden-insiden tersebut, meskipun memicu kemarahan publik, juga dapat menimbulkan pertanyaan tentang kemampuan pemerintah dalam melindungi negaranya. Dengan mengadopsi narasi nasionalis, kepemimpinan Iran berupaya mengubah kemarahan ini menjadi energi positif yang dapat memperkuat legitimasi dan dukungan mereka di mata rakyat.
Para pengamat politik Timur Tengah menilai bahwa taktik semacam ini bukanlah hal baru dalam sejarah politik Iran maupun negara-negara lain yang menghadapi tekanan serupa. Ini adalah cara bagi pemerintah untuk menyatukan beragam faksi dan kelompok masyarakat di bawah satu bendera, meskipun mungkin hanya sementara.
“Ini adalah taktik klasik yang digunakan oleh rezim untuk mengalihkan perhatian dari masalah internal dan menyatukan rakyat di bawah bendera musuh bersama,” ujar seorang analis politik yang meminta anonimitas karena sensitivitas isu tersebut. “Dengan memanipulasi emosi patriotik, mereka berharap dapat menciptakan front persatuan yang kuat untuk menghadapi tantangan eksternal sekaligus menekan perbedaan pendapat di dalam negeri.”
Namun, efektivitas jangka panjang dari strategi ini masih menjadi pertanyaan. Meskipun narasi nasionalis dapat memicu respons emosional yang kuat pada awalnya, keberlanjutan dukungan publik akan sangat bergantung pada kemampuan pemerintah untuk mengatasi masalah-masalah fundamental yang dihadapi masyarakat, seperti kondisi ekonomi dan kebebasan sipil. Tanpa perbaikan nyata dalam kondisi kehidupan sehari-hari, gelombang patriotisme ini mungkin hanya akan memberikan efek sementara pada stabilitas politik Iran.
Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya 👉
Beranda