December 19, 2025

LOKAL TIMES

Update Terus, Gak Ketinggalan Zaman!

Pemimpin Oposisi Taiwan: Dari Pro-Kemerdekaan, Kini Mendesak Dekati Tiongkok

Seorang tokoh kunci dari partai oposisi utama Taiwan, yang dulunya dikenal sebagai pendukung kemerdekaan, kini menganjurkan pendekatan baru terhadap Tiongkok daratan dengan alasan menghindari konflik militer, sebuah langkah yang memicu kekhawatiran dari para kritikus yang menuduhnya ingin membawa pulau itu ke orbit Beijing. Pergeseran retorika ini, yang disampaikan pada 05 December 2025, menandai titik balik signifikan dalam lanskap politik Taiwan yang sudah tegang.

Pergeseran Paradigma Politik dan Argumennya

Perubahan narasi dari pemimpin oposisi tersebut, yang tidak disebutkan namanya dalam artikel ini namun memegang posisi sentral dalam Partai Kuomintang (KMT) yang berorientasi lebih dekat ke Tiongkok, menandai pergeseran signifikan dari pandangan sebelumnya yang mendukung otonomi dan bahkan aspirasi kemerdekaan Taiwan. Ia kini secara terbuka menyuarakan pentingnya Taiwan untuk merangkul “warisan Tiongkok” sebagai cara untuk mengurangi ketegangan dan mencegah potensi invasi militer dari Beijing.

Menurut sang pemimpin, jalan menuju perdamaian dan stabilitas regional terletak pada pengakuan dan penerimaan warisan budaya dan historis Tiongkok yang dimiliki Taiwan. Ia berpendapat bahwa antagonisme yang berkelanjutan terhadap Beijing hanya akan meningkatkan risiko konflik, yang dampaknya bisa menghancurkan bagi 23 juta penduduk pulau itu dan stabilitas ekonomi global.

Pandangan ini didasari oleh kekhawatiran yang berkembang tentang meningkatnya agresi militer Tiongkok di Selat Taiwan. Beijing, yang mengklaim Taiwan sebagai bagian tak terpisahkan dari wilayahnya di bawah kebijakan “Satu Tiongkok”, telah berulang kali menegaskan bahwa mereka tidak akan mengesampingkan penggunaan kekuatan untuk “menyatukan kembali” pulau tersebut dengan daratan. Dalam pandangan pemimpin oposisi, dialog dan pemahaman yang lebih besar adalah satu-satunya jalan keluar yang rasional.

Kritik dan Implikasi Geopolitik

Namun, pandangan ini ditanggapi dengan skeptisisme tajam oleh lawan-lawan politiknya, khususnya dari Partai Progresif Demokratik (DPP) yang berkuasa di Taiwan, serta oleh banyak analis internasional. Para kritikus menuduh pemimpin oposisi tersebut mengabaikan keinginan rakyat Taiwan untuk menjaga kedaulatan dan otonomi yang telah mereka nikmati selama beberapa dekade. Mereka khawatir bahwa pendekatan yang lebih lunak terhadap Beijing dapat dilihat sebagai kelemahan dan justru mendorong Tiongkok untuk meningkatkan tekanannya.

“Narasi ‘menghindari perang’ seringkali digunakan sebagai kedok untuk menyerah pada tuntutan Beijing,” kata seorang analis politik terkemuka di Taipei, yang meminta anonimitas karena sensitivitas isu. “Taiwan memiliki hak untuk menentukan nasibnya sendiri, dan menyerah pada tekanan Tiongkok bukanlah cara untuk mencapai perdamaian sejati, melainkan hanya menunda ancaman sambil mengorbankan demokrasi dan kebebasan kita.”

Perdebatan ini tidak hanya terjadi di panggung politik domestik Taiwan, tetapi juga bergema di seluruh kawasan Indo-Pasifik. Amerika Serikat, sekutu utama Taiwan, secara konsisten menyuarakan komitmennya terhadap keamanan Taiwan dan menentang setiap upaya unilateral untuk mengubah status quo di Selat Taiwan. Pergeseran retorika dari pemimpin oposisi ini dapat menimbulkan pertanyaan tentang keselarasan strategi antara Taiwan dan sekutunya.

Di dalam negeri, pergeseran pandangan pemimpin oposisi ini diperkirakan akan menjadi isu sentral dalam pemilihan umum mendatang. Jajak pendapat menunjukkan bahwa mayoritas warga Taiwan cenderung menolak unifikasi dengan Tiongkok dan lebih memilih untuk mempertahankan status quo atau bergerak menuju kemerdekaan de jure. Pilihan antara mempertahankan identitas Taiwan yang unik atau mencari stabilitas melalui rapprochement dengan Beijing adalah dilema yang rumit, yang akan menentukan arah masa depan pulau yang demokratis ini.

Masa depan Taiwan, baik dalam hal keamanan maupun identitasnya, kini berada di persimpangan jalan yang krusial. Pergeseran retorika dari pemimpin oposisi utama ini menambah lapisan kompleksitas pada dinamika politik yang sudah tegang, dengan implikasi yang luas bagi perdamaian dan stabilitas regional.


Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya 👉
Beranda