Pengakuan Negara Palestina Makin Meluas: Prancis dan Negara Barat Tingkatkan Tekanan Diplomatik
        Paris, 23 September 2025 – Prancis menjadi negara Barat terbaru yang secara resmi mengakui kedaulatan negara Palestina, sebuah langkah yang meskipun banyak pihak menilai simbolis, namun menggarisbawahi meningkatnya tekanan internasional terhadap Israel di tengah perang di Gaza dan perluasan permukiman di Tepi Barat. Keputusan Prancis ini, yang diumumkan oleh Kementerian Luar Negeri, menambah bobot dukungan global terhadap aspirasi Palestina untuk mendirikan negara merdeka dan menyerukan diakhirinya konflik yang telah berlangsung lama.
Gelombang Pengakuan dan Konteks Konflik
Langkah bersejarah Prancis ini bukanlah insiden tunggal. Dalam beberapa pekan terakhir, Spanyol, Irlandia, dan Norwegia juga telah membuat keputusan serupa untuk mengakui negara Palestina, memicu gelombang pengakuan yang kini melibatkan sebagian besar negara di dunia, meskipun sebagian besar negara Barat utama, termasuk Amerika Serikat, Inggris, dan Jerman, masih menahan diri. Pengakuan ini datang pada saat krusial, di mana Israel terus melanjutkan operasi militernya di Jalur Gaza yang telah menewaskan puluhan ribu warga Palestina dan memicu krisis kemanusiaan yang parah.
Selain konflik di Gaza, isu perluasan permukiman ilegal Israel di Tepi Barat yang diduduki juga menjadi sorotan tajam. Komunitas internasional, termasuk Prancis, berulang kali menyerukan agar Israel menghentikan pembangunan permukiman yang dianggap melanggar hukum internasional dan merusak prospek solusi dua negara. Pengakuan negara Palestina oleh semakin banyak negara dapat diartikan sebagai upaya kolektif untuk menegaskan kembali komitmen terhadap solusi tersebut.
Pada bulan Mei lalu, Majelis Umum PBB juga mengeluarkan resolusi yang sangat didukung untuk memberikan hak dan hak istimewa tambahan kepada Palestina dalam organisasi tersebut, meskipun statusnya masih sebagai “negara pengamat non-anggota”. Resolusi ini, yang disahkan dengan mayoritas besar (143 mendukung, 9 menentang, 25 abstain), mencerminkan frustrasi global terhadap kebuntuan proses perdamaian dan penanganan konflik Israel-Palestina yang berkepanjangan.
Reaksi Beragam dan Implikasi Diplomatik
Keputusan pengakuan ini disambut dengan sukacita oleh otoritas Palestina, yang melihatnya sebagai penegasan hak mereka atas kemerdekaan dan kedaulatan. “Setiap pengakuan adalah langkah maju menuju hak-hak kami yang tak terbantahkan untuk hidup damai dan merdeka di tanah kami sendiri. Ini bukan hanya simbolis, ini adalah penegasan terhadap keadilan yang telah lama kami perjuangkan,” ujar seorang pejabat senior Palestina yang tidak ingin disebutkan namanya, menggarisbawahi pentingnya langkah tersebut.
Sebaliknya, Israel mengecam keras gelombang pengakuan ini, menyebutnya sebagai “hadiah bagi terorisme” dan mengklaim bahwa langkah tersebut merusak peluang negosiasi damai di masa depan. Pemerintah Israel bersikukuh bahwa negara Palestina hanya dapat terwujud melalui negosiasi langsung antara kedua belah pihak, bukan melalui pengakuan sepihak yang dianggap menghargai agresi.
“Pengakuan sepihak terhadap negara Palestina adalah hadiah bagi Hamas dan akan memperkeras posisi Palestina, menjauhkan prospek penyelesaian konflik yang sesungguhnya. Perdamaian hanya akan dicapai melalui dialog langsung tanpa prasyarat dan melalui kesepakatan yang dinegosiasikan,” tegas juru bicara Kementerian Luar Negeri Israel dalam sebuah pernyataan resmi.
Amerika Serikat, sekutu utama Israel, telah menyatakan bahwa mereka mendukung pembentukan negara Palestina, namun menekankan bahwa hal itu harus dicapai melalui negosiasi langsung antara Israel dan Palestina, bukan melalui pengakuan sepihak. Washington khawatir bahwa pengakuan di luar kerangka negosiasi dapat merusak upaya menuju solusi dua negara yang komprehensif dan lestari.
Meskipun dampak langsung dari pengakuan ini mungkin terbatas dalam mengubah situasi di lapangan, para analis menilai bahwa tekanan diplomatik yang semakin meningkat ini akan mempersulit Israel untuk mengabaikan seruan internasional. Ini juga dapat mendorong negara-negara lain, khususnya di Uni Eropa yang belum mengakui, untuk mempertimbangkan kembali posisi mereka dan bergabung dalam gelombang pengakuan, secara bertahap mengisolasi Israel di panggung global terkait kebijakan-kebijakannya.
Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya đŸ‘‰
Beranda
