Rencana Damai Gaza Trump: Tantangan Berat Pelucutan Senjata Hamas
Meskipun sering menjadi titik terang singkat dalam konflik berkepanjangan, pembebasan sandera dan kesepakatan gencatan senjata di Jalur Gaza sering kali hanya menjadi jeda sementara. Realitas yang lebih sulit adalah meyakinkan Hamas untuk meletakkan senjatanya secara permanen, sebuah ambisi yang menjadi inti dari proposal seperti rencana perdamaian Gaza yang digagas di era mantan Presiden AS Donald Trump. Analisis para ahli menunjukkan bahwa, sementara kesepakatan taktis dapat dicapai, perubahan strategis mendasar dari Hamas —khususnya pelucutan senjata— masih merupakan rintangan raksasa yang belum teratasi hingga 14 October 2025.
Dilema Perdamaian dan Realitas Politik Hamas
Hamas, sebagai entitas politik dan militer yang menguasai Jalur Gaza, beroperasi dengan dualisme yang kompleks. Di satu sisi, ia adalah otoritas de facto yang bertanggung jawab atas administrasi sipil di wilayah padat penduduk tersebut. Di sisi lain, ia adalah gerakan perlawanan bersenjata yang ideologinya berakar pada penolakan terhadap pendudukan dan keberadaan Israel. Dalam konteks inilah, gagasan pelucutan senjata menjadi sangat problematis.
Bagi Hamas, persenjataan bukan sekadar alat perang; itu adalah simbol perlawanan, sumber daya tawar-menawar, dan yang terpenting, jaminan kelangsungan hidup politiknya di tengah populasi Palestina yang melihatnya sebagai pelindung mereka dari Israel. Sejarah menunjukkan bahwa kelompok-kelompok bersenjata yang melepaskan senjata mereka tanpa jaminan politik atau keamanan yang kokoh sering kali kehilangan relevansi dan kekuatan. Oleh karena itu, janji gencatan senjata atau bahkan pembebasan sandera dapat dilihat sebagai taktik untuk meredakan tekanan eksternal, bukan sebagai indikasi kesediaan untuk menyerahkan inti kekuatan mereka.
“Pelucutan senjata Hamas tanpa solusi politik komprehensif yang mengatasi akar konflik, jaminan keamanan bagi warga Palestina, dan pengakuan hak-hak mereka, sama saja dengan meminta mereka bunuh diri secara politik. Ini adalah permintaan yang tidak realistis dalam konteks konflik saat ini.”
Visi Trump dan Kekhawatiran Israel
Rencana perdamaian yang diusulkan oleh pemerintahan Trump, sering disebut sebagai “Kesepakatan Abad Ini,” secara luas dikritik karena dianggap sangat condong ke Israel dan kurang melibatkan masukan dari pihak Palestina. Rencana tersebut, yang sebagian besar tidak pernah mendapatkan traksi yang signifikan, cenderung menuntut pengakuan Israel, demiliterisasi Gaza, dan penghentian serangan dari wilayah tersebut sebagai prasyarat bagi kemajuan. Bagi Israel, tuntutan pelucutan senjata Hamas adalah pilar utama dari setiap kerangka kerja perdamaian yang kredibel. Keberadaan sayap militer Hamas yang terus-menerus meluncurkan roket atau melakukan serangan lintas batas merupakan ancaman keamanan yang tidak dapat diterima.
Namun, harapan bahwa Hamas akan secara sukarela menanggalkan persenjataannya dalam kerangka rencana yang mereka anggap tidak adil dan tidak mengakui aspirasi Palestina adalah harapan yang tipis. Israel sendiri, dalam menghadapi Hamas yang bersenjata, telah berulang kali melakukan operasi militer besar-besaran untuk mengikis kemampuan militer kelompok tersebut, namun selalu menghadapi perlawanan sengit. Kekhawatiran utama Israel tetap pada kemampuan Hamas untuk membangun kembali infrastruktur militernya dan terus mengancam perbatasannya, bahkan setelah periode gencatan senjata.
Singkatnya, jurang pemisah antara tuntutan pelucutan senjata Hamas —yang krusial bagi Israel dan rencana perdamaian eksternal— dengan keengganan fundamental Hamas untuk menyerahkan alat kekuatan dan legitimasinya, tetap menjadi penghalang terbesar. Sampai ada perubahan mendasar dalam dinamika politik regional, atau kesepakatan yang menawarkan insentif politik dan keamanan yang sangat kuat bagi Hamas, gagasan pelucutan senjata kemungkinan besar akan tetap menjadi aspirasi jauh daripada kenyataan yang dapat dicapai.
Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya 👉
Beranda
