November 4, 2025

LOKAL TIMES

Update Terus, Gak Ketinggalan Zaman!

Rencana Perdamaian Trump di Gaza: Hambatan Kunci Bagi Israel dan Hamas

Upaya untuk meredakan konflik berkepanjangan di Jalur Gaza telah berulang kali menemui jalan buntu, dengan Rencana Perdamaian era pemerintahan Donald Trump, yang dijuluki “Kesepakatan Abad Ini,” menjadi salah satu inisiatif paling ambisius namun kontroversial. Meskipun sempat memicu harapan dan perdebatan, rencana ini gagal menciptakan terobosan signifikan, terutama karena ketidakmampuannya mengatasi rintangan fundamental yang melibatkan kelompok Hamas dan kekhawatiran keamanan Israel. Dari pembebasan sandera hingga potensi gencatan senjata, tantangan sebenarnya terletak pada bagaimana membujuk Hamas untuk meletakkan senjata, sebuah prasyarat yang tak terpisahkan dari visi perdamaian Israel.

Hambatan Implementasi “Kesepakatan Abad Ini”

Diluncurkan pada Januari 2020, Rencana Perdamaian Trump mengusulkan kerangka kerja komprehensif untuk penyelesaian konflik Israel-Palestina. Rencana ini menawarkan jalur menuju negara Palestina yang terdemiliterisasi, pengakuan atas permukiman Israel, dan alokasi dana investasi besar. Meskipun disebut sebagai solusi dua negara, skema ini secara luas dianggap sangat menguntungkan Israel, dengan proposal perbatasan yang akan mencaplok sebagian besar permukiman Israel di Tepi Barat dan menempatkan Yerusalem sebagai ibu kota tak terbagi Israel.

Sejak awal, rencana ini menghadapi penolakan keras dari Otoritas Palestina dan Hamas, yang menuduhnya mengabaikan hak-hak dasar Palestina dan mengesahkan pendudukan. Bagi Hamas, yang ideologinya berakar pada perlawanan bersenjata terhadap Israel, menerima rencana yang menyerukan demiliterisasi total dan pengakuan kedaulatan Israel adalah hal yang mustahil. Penolakan ini segera menjadi salah satu penghalang utama, karena setiap solusi yang mengabaikan atau tidak melibatkan kelompok dominan di Gaza ini hampir pasti akan gagal diimplementasikan.

Bagi Israel, meskipun menyambut baik beberapa aspek rencana tersebut, terutama pengakuan atas kedaulatan atas permukiman, implementasi penuh tetap diwarnai keraguan. Kekhawatiran keamanan, khususnya mengenai potensi ancaman dari Gaza dan Tepi Barat, tetap menjadi prioritas utama. Konsep “perdamaian” dalam pandangan Israel harus datang dengan jaminan keamanan yang tak tergoyahkan, termasuk pelucutan senjata kelompok-kelompok militan yang dianggap mengancam keberadaannya.

Dilema Disarmament dan Jaminan Keamanan

Pernyataan bahwa Hamas telah membebaskan sandera dan setuju untuk mematuhi gencatan senjata, seperti yang sering terjadi dalam negosiasi sementara, menunjukkan kapasitas kelompok tersebut untuk bernegosiasi dalam kondisi tertentu. Namun, meyakinkan Hamas untuk meletakkan senjatanya adalah masalah yang jauh lebih kompleks dan mendalam. Bagi Hamas, persenjataan bukan hanya alat untuk melawan Israel, tetapi juga simbol perlawanan, sumber legitimasi di mata sebagian penduduk Gaza, dan instrumen kunci untuk mempertahankan kekuasaan politik di Jalur Gaza.

Melepaskan senjata akan berarti melepaskan salah satu kartu tawar utama mereka dan berpotensi menghadapi kerentanan yang belum pernah terjadi sebelumnya dari Israel. Ini juga dapat mengikis dukungan internal yang mereka miliki, yang sebagian besar didasarkan pada narasi perlawanan. Oleh karena itu, setiap seruan untuk demiliterisasi Gaza, yang merupakan inti dari banyak rencana perdamaian termasuk rencana Trump, selalu berbenturan dengan kepentingan inti dan identitas Hamas.

Di sisi lain, Israel menganggap demiliterisasi Gaza sebagai prasyarat mutlak untuk keamanan nasionalnya. Pengalaman bertahun-tahun konflik dan serangan roket dari Jalur Gaza telah memperkuat keyakinan ini. Tanpa jaminan bahwa Hamas tidak akan lagi memiliki kemampuan militer untuk menyerang, Israel akan sangat enggan untuk membuat konsesi signifikan yang dapat membuka jalan bagi perdamaian jangka panjang. Ketidakpercayaan yang mendalam antara kedua belah pihak memperparah dilema ini, menciptakan siklus kekerasan dan negosiasi yang sering kali tidak menghasilkan solusi berkelanjutan.

“Selama Hamas mempertahankan persenjataan sebagai pilar eksistensinya dan Israel menganggap demiliterisasi sebagai prasyarat mutlak keamanan, jembatan menuju perdamaian sejati akan tetap sulit dibangun,” kata seorang analis politik Timur Tengah yang enggan disebut namanya, mencerminkan kebuntuan fundamental yang terus menghantui upaya perdamaian di kawasan tersebut.

Masa Depan Upaya Perdamaian

Meskipun Rencana Perdamaian Trump kini menjadi bagian dari sejarah diplomasi Timur Tengah, tantangan yang diungkapkannya tetap relevan hingga 15 October 2025. Kesenjangan antara tuntutan keamanan Israel dan aspirasi politik serta ideologi Hamas masih menjadi batu sandungan utama. Upaya perdamaian di masa depan harus menghadapi realitas ini secara langsung, mencari mekanisme yang dapat secara bersamaan menjamin keamanan Israel sekaligus menawarkan jalur yang layak bagi Palestina, termasuk di Gaza, tanpa mengorbankan martabat atau hak-hak dasar mereka.

Komunitas internasional terus menyerukan solusi dua negara yang komprehensif dan adil, namun implementasinya tetap merupakan mimpi yang jauh. Tanpa kemauan politik yang kuat dari semua pihak dan pendekatan yang lebih inklusif yang mempertimbangkan kepentingan semua aktor utama, termasuk Hamas dalam konteks perannya di Gaza, setiap rencana perdamaian berisiko menghadapi nasib serupa dengan “Kesepakatan Abad Ini.”

Jalur menuju perdamaian yang abadi di Gaza masih panjang dan penuh liku, menuntut diplomasi yang gigih, kesediaan untuk berkompromi, dan jaminan konkret yang dapat membangun kepercayaan di antara pihak-pihak yang telah lama bermusuhan.


Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya 👉
Beranda

Copyright © All rights reserved. | Newsphere by AF themes.