Serangan Siber ‘Salt Typhoon’ Tiongkok Diduga Curi Data Hampir Seluruh Warga AS

Sebuah operasi siber canggih yang dijuluki ‘Salt Typhoon’ oleh peretas yang terafiliasi dengan negara Tiongkok diduga telah berhasil mencuri data pribadi dari hampir setiap warga Amerika Serikat, sebuah penemuan yang memicu kekhawatiran serius mengenai keamanan nasional dan privasi global. Serangan siber yang berlangsung selama bertahun-tahun ini diklaim mengumpulkan informasi sensitif yang dapat digunakan oleh layanan intelijen Beijing untuk melacak dan memengaruhi individu-individu penting di Amerika Serikat serta puluhan negara lainnya.
Skala dan Implikasi Keamanan Nasional
Laporan intelijen terbaru menunjukkan bahwa cakupan serangan ‘Salt Typhoon’ jauh lebih luas dari perkiraan awal. Data yang berhasil dikumpulkan meliputi informasi identitas pribadi (PII), potensi catatan kesehatan, riwayat perjalanan, dan data-data lain yang sangat rinci, yang, jika digabungkan, dapat membangun profil individu yang komprehensif. Skala pencurian data ini disebut-sebut “tanpa kendali” oleh beberapa pejabat intelijen, mengindikasikan tingkat keberanian dan kecanggihan para penyerang siber.
Tujuan utama dari operasi multi-tahun ini diyakini adalah untuk mendukung upaya intelijen Tiongkok. Dengan akses ke volume data yang begitu besar, Beijing dapat mengidentifikasi, memantau, dan bahkan memanipulasi target-target bernilai tinggi seperti pejabat pemerintah, personel militer, peneliti ilmiah, dan pemimpin bisnis. Kemampuan untuk melacak target-target ini dari waktu ke waktu, dan di berbagai lokasi geografis di seluruh dunia, memberikan keuntungan strategis yang signifikan bagi Tiongkok dalam spionase dan operasi pengaruh.
“Ini adalah salah satu insiden pencurian data siber terbesar yang pernah kami saksikan, tidak hanya dalam volume tetapi juga potensi dampak jangka panjang terhadap keamanan nasional kami,” ujar Dr. Indah Permata, Analis Keamanan Siber Senior dari Pusat Studi Keamanan Digital. “Informasi yang dikumpulkan selama bertahun-tahun ini bisa menjadi bank data rahasia yang tak ternilai bagi Beijing untuk melacak dan memengaruhi target-target penting di seluruh dunia, jauh ke masa depan.”
Respons dan Tantangan Keamanan Siber Global
Menanggapi ancaman ini, pejabat keamanan siber Amerika Serikat telah mengeluarkan peringatan keras dan memperbarui protokol pertahanan. Namun, sifat serangan yang berlarut-larut dan tersembunyi selama bertahun-tahun menyoroti tantangan besar dalam mendeteksi dan menanggulangi operasi siber yang disponsori negara, terutama yang dilakukan oleh aktor-aktor yang memiliki sumber daya besar seperti Tiongkok. Investigasi mendalam sedang berlangsung untuk memahami sepenuhnya metode serangan, skala kerusakan, dan langkah-langkah mitigasi yang paling efektif.
Insiden ‘Salt Typhoon’ juga memperkuat seruan untuk kerja sama internasional yang lebih erat dalam keamanan siber. Banyak negara sekutu Amerika Serikat juga menjadi sasaran dalam operasi yang sama, menunjukkan bahwa ancaman ini bersifat global. Mengembangkan kerangka kerja bersama untuk berbagi intelijen, mengidentifikasi ancaman, dan memberikan sanksi kepada pelaku serangan siber menjadi semakin krusial di tengah lanskap digital yang kian kompleks dan rentan.
Pada 05 September 2025, otoritas berwenang terus mendesak individu dan organisasi untuk meningkatkan langkah-langkah keamanan siber mereka, termasuk penggunaan otentikasi multifaktor, kata sandi yang kuat, dan pembaruan perangkat lunak secara teratur. Ancaman dari serangan siber yang disponsori negara seperti ‘Salt Typhoon’ tidak menunjukkan tanda-tanda mereda, menuntut kewaspadaan dan investasi berkelanjutan dalam pertahanan digital untuk melindungi data sensitif dan infrastruktur kritis di masa depan.
Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya 👉
Beranda