Syarat Kapitulasi Bayangi Potensi Pertemuan Putin-Zelensky

Spekulasi mengenai potensi pertemuan langsung antara Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy untuk mengakhiri konflik yang telah berlangsung lebih dari dua tahun kembali mencuat. Namun, di tengah desas-desus ini, Kremlin memberikan sinyal ambigu yang menurut para analis hanya akan membuahkan hasil jika Ukraina bersedia menerima syarat-syarat menyerah.
Pada 20 August 2025, pejabat di Moskow menyatakan bahwa opsi pertemuan tetap “terbuka”, sebuah pernyataan yang seringkali diinterpretasikan sebagai retorika untuk menjaga fleksibilitas diplomatik. Kendati demikian, pandangan yang dominan di kalangan pakar hubungan internasional adalah bahwa Presiden Putin kemungkinan besar hanya akan bersedia duduk semeja dengan Presiden Zelenskyy untuk secara formal menerima apa yang disebutnya sebagai ‘kapitulasi’ Ukraina, bukan untuk negosiasi damai yang setara.
Syarat Kremlin dan Realitas Medan Perang
Dari sudut pandang Kremlin, “kapitulasi” Ukraina mencakup beberapa tuntutan inti yang telah diutarakan sejak awal invasi skala penuh pada Februari 2022. Ini termasuk demiliterisasi Ukraina, status netral non-Blok, dan pengakuan atas wilayah-wilayah yang dianeksasi Rusia, seperti Krimea, serta empat provinsi di Ukraina timur dan selatan. Tuntutan ini secara fundamental bertentangan dengan kedaulatan dan integritas teritorial Ukraina yang didukung oleh sebagian besar komunitas internasional.
Para analis geopolitik berpendapat bahwa tawaran pertemuan dari Putin, jika terjadi, akan menjadi upaya untuk mengukuhkan kemenangan yang diklaim Rusia di medan perang, daripada mencari kompromi yang tulus. Kondisi ini mencerminkan dinamika kekuasaan yang asimetris, di mana Rusia merasa memiliki keunggulan militer atau setidaknya posisi tawar yang lebih kuat. Sejak invasi dimulai, negosiasi langsung antara delegasi kedua negara telah diadakan beberapa kali, terutama di awal konflik di Belarus dan Turki, namun semuanya berakhir tanpa terobosan berarti.
Jalan Buntu Negosiasi dan Harapan Damai
Di sisi lain, Presiden Zelenskyy dan pemerintah Ukraina telah berulang kali menegaskan bahwa mereka tidak akan menyerahkan wilayah atau kedaulatan mereka. Kyiv menuntut penarikan penuh pasukan Rusia dari seluruh wilayah Ukraina yang diduduki, termasuk Krimea, reparasi perang, dan jaminan keamanan yang kuat untuk mencegah agresi di masa depan. Posisi yang saling bertentangan ini menciptakan jalan buntu yang tampaknya mustahil dipecahkan melalui pertemuan tingkat tinggi saat ini.
“Konsensus di kalangan pengamat adalah bahwa pertemuan tingkat tinggi antara Putin dan Zelenskyy, dalam kondisi saat ini, hampir mustahil terjadi tanpa perubahan signifikan pada tujuan perang masing-masing pihak. Moskow mencari pengakuan atas klaim teritorialnya dan demiliterisasi Ukraina, sementara Kyiv menuntut penarikan penuh pasukan dan pemulihan kedaulatan.”
Upaya mediasi dari pihak ketiga, seperti Turki, Tiongkok, dan PBB, sejauh ini belum mampu menjembatani perbedaan mendasar ini. Setiap proposal perdamaian yang diajukan oleh negara-negara lain selalu terganjal pada masalah integritas teritorial Ukraina dan tuntutan Rusia terhadap status quo wilayah yang diduduki.
Dengan kondisi medan perang yang masih bergejolak dan kedua belah pihak bersikukuh pada tuntutan masing-masing, prospek pertemuan Putin-Zelenskyy yang bermakna untuk mengakhiri perang tampaknya masih jauh. Pertemuan semacam itu, jika terjadi, kemungkinan besar hanya akan menjadi simbolis atau dirancang untuk menyampaikan pesan keras, bukan sebagai forum negosiasi yang konstruktif menuju perdamaian sejati.
Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya 👉
Beranda