Tiongkok Tangkap Puluhan Anggota Gereja Bawah Tanah Terbesar di Beijing
        BEIJING — Puluhan anggota Gereja Zion, salah satu jemaat Kristen bawah tanah terbesar di Tiongkok, dilaporkan telah ditahan oleh pihak berwenang. Penangkapan ini merupakan bagian dari gelombang tekanan yang terus meningkat terhadap kelompok agama yang beroperasi di luar kendali negara. Pastor Ezra Jin Mingri, pemimpin kharismatik yang mengubah Gereja Zion menjadi kongregasi tak resmi terbesar di Beijing, menjadi pusat perhatian dalam tindakan keras ini, di tengah meningkatnya pengawasan pemerintah terhadap aktivitas keagamaan di seluruh negeri.
Gereja Zion telah lama menjadi simbol perlawanan damai terhadap kebijakan agama Tiongkok yang ketat. Di bawah kepemimpinan Pastor Jin Mingri, gereja ini berkembang pesat, menarik ribuan pengikut dari berbagai latar belakang, termasuk intelektual dan profesional perkotaan. Jemaat ini dikenal karena khotbahnya yang berani, pelayanan sosialnya yang aktif, dan penolakannya untuk mendaftar di bawah badan-badan agama yang dikendalikan pemerintah, seperti Gerakan Patriotik Tiga Mandiri (TSPM) yang merupakan satu-satunya organisasi Protestan yang disetujui negara.
Pemerintah Tiongkok, di bawah Partai Komunis, secara resmi mengakui lima agama: Buddha, Taoisme, Islam, Katolik, dan Protestan. Namun, semua bentuk ibadah harus dilakukan di bawah pengawasan ketat organisasi-organisasi yang disetujui negara. Gereja-gereja “bawah tanah” atau “rumah” seperti Zion, yang menolak kontrol negara dan beribadah secara independen, seringkali dianggap ilegal dan rentan terhadap penindasan. Tindakan terhadap Gereja Zion selaras dengan kampanye yang lebih luas untuk “Sinicisasi” agama, sebuah upaya untuk menanamkan karakteristik Tiongkok pada semua praktik keagamaan agar sesuai dengan ideologi sosialis dan nilai-nilai yang ditetapkan Partai.
Pengetatan Kendali Agama
Insiden penahanan ini bukanlah kasus terisolasi. Selama beberapa tahun terakhir, Tiongkok telah meningkatkan penindakannya terhadap komunitas agama yang tidak terdaftar, dengan target utama adalah gereja-gereja rumah, masjid-masjid tidak resmi, dan kuil-kuil Buddha Tibet. Kasus-kasus terkenal sebelumnya termasuk penutupan Gereja Perjanjian Hujan Awal di Chengdu pada tahun 2018, yang pendetanya, Wang Yi, kemudian dihukum penjara karena “menghasut subversi kekuasaan negara.” Selain itu, laporan mengenai penghancuran salib, pembongkaran gereja, dan penggunaan teknologi pengawasan untuk memantau jemaah semakin sering terjadi, menunjukkan strategi komprehensif untuk menegaskan kontrol negara atas kehidupan beragama.
Organisasi hak asasi manusia internasional telah menyuarakan kekhawatiran mendalam mengenai situasi kebebasan beragama di Tiongkok. Mereka menuduh Beijing melanggar hak-hak dasar warganya dengan membatasi praktik keagamaan pada entitas yang dikendalikan negara. Penahanan anggota Gereja Zion, menurut mereka, adalah contoh lain dari pola penindasan yang sistematis dan upaya untuk menekan ekspresi keyakinan yang tidak sejalan dengan narasi pemerintah.
“Penindakan terhadap Gereja Zion dan penahanan puluhan anggotanya adalah pengingat yang mengerikan akan erosi kebebasan beragama di Tiongkok,” kata seorang perwakilan kelompok advokasi kebebasan beragama, 12 October 2025. “Pemerintah Tiongkok harus menghormati hak asasi manusia universal, termasuk hak untuk beribadah sesuai keyakinan tanpa rasa takut akan pembalasan.”
Masa Depan Kebebasan Beragama
Langkah-langkah keras ini menempatkan Gereja Zion dan jemaat bawah tanah lainnya dalam posisi yang semakin genting. Para pengamat percaya bahwa tindakan keras ini bertujuan untuk mengirimkan pesan yang jelas kepada kelompok-kelompok agama lainnya di luar kendali Partai Komunis agar tunduk pada otoritas negara. Bagi Beijing, kontrol terhadap agama adalah bagian integral dari menjaga stabilitas sosial dan mencegah apa yang mereka pandang sebagai potensi pengaruh asing atau subversi ideologis yang dapat mengancam kepemimpinan Partai.
Ketika dunia memantau dengan cermat, nasib Gereja Zion dan Pastor Jin Mingri akan menjadi barometer penting bagi status kebebasan beragama di Tiongkok. Tekanan ini menunjukkan perjuangan yang terus-menerus antara keinginan untuk kebebasan beribadah dan tekad negara untuk mempertahankan kontrol mutlak atas setiap aspek kehidupan masyarakatnya, sebuah konflik yang tampaknya akan terus berlanjut di masa mendatang.
Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya đŸ‘‰
Beranda
