Trump Bicara di PBB, Ketegangan AS-Organisasi Global Memuncak
        NEW YORK, 23 September 2025 – Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, dijadwalkan untuk menyampaikan pidatonya di Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) hari ini, sebuah momen yang diperkirakan akan menyoroti ketegangan yang meningkat antara Washington dan organisasi global tersebut. Pidato ini hadir di tengah serangkaian keputusan AS untuk menarik pendanaan dan dukungan dari berbagai program PBB, memicu kekhawatiran luas tentang masa depan multilateralisme.
Hubungan antara Amerika Serikat dan PBB telah berada di bawah pengawasan ketat sejak administrasi Trump menerapkan kebijakan “America First,” yang sering kali memprioritaskan kepentingan nasional AS di atas kerja sama internasional. Kebijakan ini telah menyebabkan penarikan AS dari beberapa perjanjian dan lembaga PBB, termasuk Dewan Hak Asasi Manusia dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada masa-masa tertentu, serta pemotongan kontribusi finansial untuk misi perdamaian dan program kemanusiaan.
Latar Belakang Kebijakan ‘America First’
Sejak awal kepemimpinannya, Presiden Trump telah secara terbuka mengkritik PBB, menyebutnya sebagai lembaga yang tidak efisien dan terlalu membebani pembayar pajak Amerika. Pendekatan ini tercermin dalam pengurangan signifikan kontribusi AS untuk sejumlah program PBB, yang secara historis merupakan donor terbesar bagi organisasi tersebut. Kebijakan ini, yang berakar pada filosofi bahwa AS harus membayar bagian yang adil, atau bahkan kurang, untuk organisasi global, telah menciptakan lubang anggaran yang signifikan dan memaksa PBB untuk mencari sumber pendanaan alternatif.
Keputusan-keputusan ini, seperti penarikan dari Perjanjian Paris tentang Perubahan Iklim dan perjanjian nuklir Iran, meskipun tidak secara langsung terkait dengan pendanaan PBB, telah menggarisbawahi sikap skeptis AS terhadap solusi global yang berbasis konsensus. Langkah-langkah ini telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan negara-negara anggota lainnya tentang komitmen AS terhadap tatanan global yang telah lama didukungnya sendiri. PBB, yang didirikan dengan prinsip kerja sama antarnegara untuk menyelesaikan masalah bersama, kini menghadapi tantangan besar dalam mempertahankan relevansinya di tengah polarisasi geopolitik.
Sekretaris Jenderal PBB, António Guterres, telah memperingatkan bahwa prinsip-prinsip dasar organisasi ini berada di bawah pengepungan, sebuah kondisi yang menuntut solidaritas dan komitmen kolektif dari seluruh negara anggota untuk mempertahankannya.
Masa Depan Multilateralisme di Persimpangan Jalan
Pidato Trump di Majelis Umum PBB diperkirakan akan kembali menekankan prioritas kedaulatan nasional dan menyoroti pandangannya bahwa PBB perlu direformasi secara drastis. Penekanannya pada bilateralisme dan kesepakatan langsung, dibandingkan dengan kerangka kerja multilateral, telah mengubah dinamika hubungan internasional secara fundamental. Para pengamat politik dan diplomat dari berbagai negara akan memantau pidato ini dengan cermat untuk mencari indikasi apakah ada perubahan dalam sikap AS atau jika retorika “America First” akan terus mendominasi.
Dampak dari kebijakan AS ini terhadap PBB sangat signifikan. Program-program vital, mulai dari upaya bantuan kemanusiaan di zona konflik hingga inisiatif pembangunan berkelanjutan dan pemeliharaan perdamaian, menghadapi ketidakpastian finansial. Selain itu, erosi dukungan terhadap PBB dapat melemahkan kemampuan organisasi tersebut untuk mengatasi krisis global seperti pandemi, perubahan iklim, dan konflik bersenjata yang membutuhkan respons kolektif.
Ketika Majelis Umum PBB berkumpul, tantangan untuk mempertahankan semangat multilateralisme dan kerja sama global terasa semakin mendesak. Dunia menanti pidato Presiden Trump, yang mungkin akan memberikan gambaran lebih jelas mengenai arah hubungan AS dengan PBB di masa depan dan dampaknya terhadap tatanan dunia yang semakin kompleks.
Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya 👉
Beranda
