Trump dan Starmer Beda Pandangan Status Palestina, Bahas Krisis Global
        London – Mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, dan Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer, baru-baru ini menggelar pertemuan tingkat tinggi yang membahas sejumlah isu krusial global, termasuk konflik di Gaza dan Ukraina. Pertemuan yang berlangsung dalam rangkaian kunjungan Mr. Trump tersebut secara terang-terangan menyoroti adanya perbedaan pandangan signifikan antara kedua pemimpin, khususnya terkait dengan status kenegaraan Palestina.
Di samping divergensi dalam isu politik luar negeri yang sensitif ini, kedua pemimpin juga menandatangani perjanjian kemitraan teknologi yang diharapkan dapat memperkuat hubungan bilateral dan kolaborasi inovasi antara Washington dan London. Pertemuan ini menjadi sorotan penting mengingat posisi politik Starmer sebagai pemimpin Partai Buruh yang berkuasa di Inggris, dan potensi kembalinya Trump ke Gedung Putih setelah pemilihan presiden AS mendatang.
Perbedaan Mendalam Isu Palestina
Salah satu poin utama yang mencuat dari diskusi antara Trump dan Starmer adalah mengenai konflik Israel-Palestina. Di tengah krisis kemanusiaan yang memburuk di Gaza, posisi internasional terkait masa depan Palestina menjadi sangat krusial. Pemerintah Inggris di bawah kepemimpinan Keir Starmer secara konsisten menyatakan dukungannya terhadap solusi dua negara, yang melihat pembentukan negara Palestina yang berdaulat berdampingan dengan Israel.
Pendekatan ini selaras dengan kebijakan luar negeri Inggris yang telah lama dipegang oleh berbagai pemerintahan. Namun, pandangan ini kontras dengan beberapa kebijakan yang diterapkan oleh pemerintahan Trump sebelumnya, yang cenderung dianggap lebih pro-Israel, termasuk pemindahan kedutaan AS ke Yerusalem dan pengajuan rencana perdamaian “Deal of the Century” yang dikritik oleh banyak pihak karena kurang mengakomodasi aspirasi Palestina. Perbedaan fundamental dalam pendekatan ini diakui secara terbuka selama pertemuan, menandakan adanya tantangan diplomatik yang kompleks di masa depan.
Pemerintah Inggris secara konsisten mendukung solusi dua negara sebagai satu-satunya jalan menuju perdamaian abadi di Timur Tengah, yang mencakup negara Palestina yang berdaulat dan berdampingan dengan Israel dalam batas-batas yang aman dan diakui.
Perbedaan pandangan ini bukan hanya sekadar retorika politik, melainkan mencerminkan filosofi yang berbeda tentang bagaimana mencapai stabilitas di salah satu kawasan paling bergejolak di dunia. Bagi Starmer, isu Palestina adalah ujian bagi komitmen Inggris terhadap hukum internasional dan hak asasi manusia, sementara bagi Trump, pendekatannya lebih berpusat pada kepentingan strategis Amerika Serikat di kawasan tersebut.
Agenda Global dan Kemitraan Strategis
Selain Timur Tengah, perang di Ukraina juga menjadi topik pembahasan utama. Baik Inggris maupun Amerika Serikat adalah pendukung kuat Ukraina dalam menghadapi invasi Rusia, namun detail implementasi dukungan dan strategi jangka panjang bisa memiliki nuansa yang berbeda antara pemerintahan saat ini dan potensi pemerintahan Trump di masa depan. Kedua pemimpin diperkirakan membahas koordinasi bantuan militer, sanksi terhadap Rusia, dan upaya diplomatik untuk mencapai perdamaian yang adil dan berkelanjutan.
Di sisi lain, pertemuan ini juga mencatat kemajuan signifikan dalam bidang kerja sama teknologi. Penandatanganan perjanjian kemitraan teknologi antara kedua negara menggarisbawahi komitmen untuk memperdalam kolaborasi di sektor-sektor kunci seperti kecerdasan buatan (AI), keamanan siber, komputasi kuantum, dan energi bersih. Kemitraan ini dipandang sebagai langkah strategis untuk memperkuat daya saing ekonomi, mendorong inovasi, dan menjamin keamanan rantai pasok teknologi penting di tengah lanskap geopolitik yang terus berubah.
Analis politik mencatat bahwa pertemuan antara Trump dan Starmer, meskipun menyoroti perbedaan ideologis, juga menunjukkan pragmatisme politik. Bagi Starmer, interaksi dengan tokoh berpengaruh seperti Trump, terlepas dari perbedaan pandangan, adalah bagian dari upaya Inggris untuk menjaga jalur komunikasi terbuka dengan semua pihak yang berpotensi memengaruhi kebijakan global. Sementara bagi Trump, pertemuan ini menegaskan posisinya sebagai pemain kunci dalam diplomasi internasional bahkan di luar jabatannya saat ini.
Ketika dunia terus bergulat dengan berbagai krisis, mulai dari konflik bersenjata hingga tantangan iklim dan teknologi, pentingnya dialog antara pemimpin global tidak dapat diremehkan. Pertemuan antara Donald Trump dan Keir Starmer pada 19 September 2025 menunjukkan kompleksitas hubungan internasional yang mencakup kolaborasi strategis di satu sisi, dan perbedaan fundamental dalam isu-isu sensitif di sisi lain, yang semuanya akan membentuk tatanan global di tahun-tahun mendatang.
Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya 👉
Beranda
