Vietnam di Persimpangan Geopolitik: Kekhawatiran Sekutu atas Pergeseran Orientasi
Kekhawatiran mendalam tengah menyelimuti para sekutu Amerika Serikat di Asia Tenggara, seiring dengan munculnya indikasi bahwa Vietnam, mitra strategis yang krusial, mungkin tengah memasuki fase baru dalam orientasi geopolitiknya. Fluktuasi kebijakan luar negeri Washington, ditambah dengan jangkauan diplomatik serta penjualan senjata yang agresif dari Rusia, Tiongkok, dan bahkan Korea Utara, disinyalir menjadi pendorong utama pergeseran ini. Situasi ini memicu pertanyaan tentang efektivitas pengaruh AS di kawasan yang semakin kompleks dan strategis ini.
Dinamika Kebijakan Luar Negeri Vietnam
Vietnam, dengan posisinya yang strategis di Laut Cina Selatan dan pertumbuhan ekonominya yang pesat, telah lama mempraktikkan kebijakan luar negeri yang seimbang, sering disebut “diplomasi bambu” – membengkok namun tidak patah, mampu menahan angin dari berbagai arah. Setelah Perang Vietnam, hubungan dengan Amerika Serikat telah berkembang pesat, terutama di bidang perdagangan dan pertahanan, di mana kedua negara memiliki kepentingan bersama dalam menghadapi klaim agresif Tiongkok di Laut Cina Selatan. Namun, hubungan historis Vietnam dengan blok Timur, khususnya Rusia (dahulu Uni Soviet), tetap menjadi fondasi yang kuat, terutama dalam hal pasokan militer dan kerjasama energi.
Kekhawatiran para sekutu AS berpusat pada persepsi bahwa volatilitas kebijakan Amerika, terutama di bawah beberapa pemerintahan terakhir, telah menciptakan ketidakpastian. Keputusan AS untuk menarik diri dari Trans-Pacific Partnership (TPP), yang kini menjadi Comprehensive and Progressive Agreement for Trans-Pacific Partnership (CPTPP), adalah salah satu contoh yang meninggalkan kekosongan ekonomi dan menimbulkan keraguan tentang komitmen jangka panjang AS di Asia. Vakum ini, menurut beberapa pengamat, menjadi peluang bagi negara-negara lain untuk meningkatkan pengaruh mereka.
Faktor Pendorong Pergeseran dan Tantangan Bagi AS
Rusia telah lama menjadi pemasok senjata utama bagi militer Vietnam, sebuah warisan dari era Soviet. Dengan tawaran teknologi pertahanan yang canggih dan harga yang kompetitif, serta minimnya syarat politik yang ketat dibandingkan dengan Barat, Rusia terus menjadi pilihan menarik bagi Hanoi untuk memodernisasi angkatan bersenjatanya. Penjualan jet tempur, kapal selam, dan sistem pertahanan udara dari Rusia telah memperkuat hubungan bilateral, menjadikan Moskow sebagai mitra pertahanan yang dapat diandalkan.
Seorang diplomat senior dari negara sekutu AS di Asia Tenggara, yang enggan disebutkan namanya, menyatakan pada 27 October 2025, “Kami melihat ada kerentanan dalam posisi AS. Ketika Washington tampak ragu-ragu atau terlalu fokus pada isu domestik, negara-negara seperti Vietnam secara alami akan mencari stabilitas dan dukungan di tempat lain. Ini bukan tentang memilih sisi, tetapi tentang memastikan keberlanjutan keamanan dan pembangunan.”
Di sisi lain, Tiongkok, meskipun merupakan rival historis dan geopolitik utama Vietnam, adalah tetangga terdekat dan mitra dagang terbesar. Ketergantungan ekonomi yang mendalam ini menciptakan tarik-ulur yang kompleks dalam kebijakan luar negeri Vietnam. Sementara itu, meskipun dengan skala yang berbeda, jangkauan diplomatik Korea Utara juga dapat diinterpretasikan sebagai bagian dari upaya Vietnam untuk mendiversifikasi hubungannya dan menjaga keseimbangan yang luas, bahkan dengan negara-negara di luar lingkaran pengaruh Barat.
Situasi ini menempatkan Washington di persimpangan jalan. Untuk menjaga dan memperkuat pengaruhnya di Vietnam, Amerika Serikat perlu menunjukkan komitmen yang lebih konsisten dan dapat diprediksi, baik dalam bidang ekonomi maupun keamanan. Kegagalan untuk melakukannya dapat mempercepat pergeseran orientasi Vietnam menuju kekuatan-kekuatan alternatif, yang berpotensi mengubah keseimbangan kekuatan di Asia-Pasifik dan mempersulit upaya AS untuk membentuk tatanan regional yang stabil dan bebas.
Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya đŸ‘‰
Beranda
