Isolasi Rusia Mereda: Putin Kembali Diterima di Panggung Global

02 September 2025 – Presiden Rusia Vladimir Putin kembali tampil di panggung global, menghadiri sebuah KTT penting yang mempertemukan para pemimpin Eurasia. Pertemuan ini menandai sebuah pergeseran signifikan dalam lanskap geopolitik, di mana upaya isolasi terhadap Moskow pasca-konflik di Ukraina tampaknya mulai mereda, sebagian besar berkat perubahan dinamika kebijakan luar negeri Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Presiden Trump.
Dalam KTT regional yang baru saja berlangsung, Putin disambut hangat oleh sejumlah kepala negara dari berbagai negara di kawasan Eurasia. Momen ini menjadi sorotan, mengingat Rusia telah menghadapi sanksi berat dan kecaman internasional sejak aneksasi Krimea pada tahun 2014 dan keterlibatannya dalam konflik di Ukraina timur. Namun, penerimaan yang meningkat ini menunjukkan adanya rekalibrasi strategis dari beberapa negara di tengah ketidakpastian global.
Latar Belakang dan Konteks Geopolitik
Pasca-agresi Rusia di Ukraina, negara-negara Barat, yang dipimpin oleh Amerika Serikat dan Uni Eropa, memberlakukan serangkaian sanksi ekonomi dan diplomatik yang bertujuan untuk mengisolasi Moskow di kancah internasional. Tujuannya adalah untuk menekan Kremlin agar mengubah kebijakannya terhadap Ukraina. Selama bertahun-tahun, upaya ini membuahkan hasil, membuat perjalanan dan interaksi Putin dengan pemimpin Barat menjadi sangat terbatas.
Namun, dalam beberapa waktu terakhir, terutama dengan adanya kebijakan “America First” Presiden Trump, retakan mulai terlihat dalam front persatuan melawan Rusia. Trump secara terbuka telah menyatakan skeptisismenya terhadap NATO dan lembaga-lembaga internasional lainnya, serta mempertanyakan efektivitas sanksi yang ada. Retorika dan pendekatannya yang lebih akomodatif terhadap Putin, dibandingkan dengan pendahulunya, telah menciptakan celah yang dimanfaatkan oleh Rusia untuk membangun kembali hubungan dengan negara-negara di luar lingkaran pengaruh Barat.
Para pemimpin Eurasia, yang beberapa di antaranya memiliki ketergantungan ekonomi atau keamanan pada Rusia, atau sekadar mencari penyeimbang terhadap pengaruh Barat dan Tiongkok, tampaknya melihat ini sebagai kesempatan untuk memperkuat hubungan bilateral dan regional. KTT tersebut tidak hanya menjadi forum dialog, tetapi juga panggung untuk menegaskan kembali relevansi Rusia sebagai pemain kunci dalam dinamika kekuasaan regional dan global.
“Kembalinya Putin ke forum-forum regional adalah cerminan dari dinamika geopolitik yang lebih kompleks, di mana negara-negara mencari keseimbangan baru di tengah persaingan kekuatan global. Ini juga menunjukkan bahwa upaya isolasi total terhadap Rusia tidak selalu berhasil dalam jangka panjang, terutama jika ada perpecahan di antara negara-negara Barat,” kata Dr. Bima Santoso, seorang pakar hubungan internasional dari Universitas [Nama Universitas Fiktif].
Dampak Kebijakan AS dan Prospek Masa Depan
Kebijakan luar negeri AS di bawah Presiden Trump, yang cenderung lebih fokus pada kepentingan nasional sempit dan skeptis terhadap aliansi tradisional, secara tidak langsung telah memberikan ruang bagi Rusia untuk memecah belah persatuan Barat. Dengan AS yang seringkali mengkritik sekutunya sendiri dan menarik diri dari beberapa perjanjian internasional, negara-negara lain mungkin merasa kurang yakin akan komitmen Washington dan mencari alternatif.
Analisis menunjukkan bahwa pergeseran ini bisa memiliki implikasi jangka panjang bagi tatanan global. Jika tren isolasi Rusia terus mereda, hal itu dapat melemahkan tekanan terhadap Moskow terkait kebijakan di Ukraina dan isu-isu lain seperti hak asasi manusia. Di sisi lain, hal ini juga dapat mengarah pada pembentukan blok-blok kekuatan baru atau penguatan aliansi regional yang tidak sepenuhnya sejalan dengan kepentingan Barat.
Kehadiran Putin yang disambut di KTT ini merupakan sinyal jelas bahwa meskipun ada upaya keras untuk mengucilkan Rusia, negara tersebut tetap menjadi kekuatan yang tak terhindarkan dalam kalkulus geopolitik. Masa depan hubungan internasional akan sangat bergantung pada bagaimana negara-negara Barat, khususnya AS, menanggapi re-emergence ini dan apakah mereka mampu menyatukan kembali front melawan apa yang mereka anggap sebagai agresi Rusia.
Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya 👉
Beranda