September 11, 2025

LOKAL TIMES

Update Terus, Gak Ketinggalan Zaman!

Israel Pertimbangkan Serang Hamas di Qatar: Dendam dan Frustrasi Memicu Keputusan

Pejabat dan analis Israel mengindikasikan bahwa niat untuk melancarkan serangan terhadap kepemimpinan Hamas yang berada di Qatar dipicu oleh dua faktor utama: tuntutan balas dendam atas serangan brutal pada Oktober 2023, serta frustrasi mendalam atas kebuntuan negosiasi gencatan senjata di Gaza. Keputusan semacam ini, jika benar-benar diwujudkan, akan menandai eskalasi signifikan dalam konflik dan memiliki implikasi diplomatik yang luas bagi kawasan tersebut.

Sumber-sumber yang mengetahui pemikiran di balik kebijakan Israel, seperti dilaporkan pada 11 September 2025, menyoroti bahwa dorongan untuk menargetkan petinggi Hamas di luar Gaza bukan sekadar retorika, melainkan hasil dari pertimbangan serius di tingkat kabinet perang. Serangan terhadap Israel pada 7 Oktober 2023, yang menewaskan lebih dari 1.200 orang dan menyebabkan ratusan sandera, telah membentuk narasi “tidak ada tempat yang aman” bagi siapa pun yang terlibat dalam perencanaan dan pelaksanaan aksi tersebut.

Latar Belakang Dendam dan Komitmen Militer Israel

Janji Israel untuk menghancurkan Hamas, yang diucapkan berulang kali oleh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan para petinggi militernya, mencakup eliminasi kepemimpinan politik dan militer kelompok tersebut di mana pun mereka berada. Operasi intelijen dan militer Israel memiliki sejarah panjang dalam menargetkan musuh-musuh mereka di luar perbatasan, termasuk di negara-negara berdaulat.

Serangan 7 Oktober lalu bukan hanya memicu operasi militer besar-besaran di Gaza, tetapi juga memperkuat keyakinan di kalangan elite keamanan Israel bahwa pemimpin Hamas yang berada di pengasingan, terutama di Doha, Qatar, bertanggung jawab secara langsung atas kejahatan tersebut. Mereka dianggap terus mengarahkan operasi dan menahan sandera, menjadikan mereka target yang sah dalam perang ini. Narasi balas dendam ini diperkuat oleh tekanan publik yang masif di Israel, yang menuntut keadilan dan keamanan mutlak bagi warganya.

Klaim bahwa keputusan untuk menyerang di Doha telah “diinformasikan” menunjukkan adanya diskusi internal yang intens dan perencanaan kontingensi. Meskipun Israel secara resmi belum mengonfirmasi rencana tersebut, bocoran informasi seperti ini sering kali digunakan sebagai sinyal peringatan atau alat tekanan diplomatik terhadap pihak-pihak terkait, termasuk Qatar.

Frustrasi Negosiasi Gencatan Senjata di Tengah Krisis Sandera

Aspek kedua yang mendorong pertimbangan serangan adalah kegagalan berulang dalam negosiasi gencatan senjata dan pembebasan sandera. Qatar telah memainkan peran kunci sebagai mediator utama antara Israel dan Hamas, memfasilitasi pertukaran sandera dan bantuan kemanusiaan. Namun, perundingan yang berlangsung selama berbulan-bulan sering kali terhenti, meninggalkan ratusan sandera masih berada di Gaza dan memicu kemarahan serta keputusasaan di Israel.

Kebuntuan diplomatik ini diperparah oleh sikap Hamas yang dianggap tidak kooperatif oleh Israel, serta tuntutan yang terus berubah. Pemerintah Israel menghadapi tekanan berat dari keluarga sandera dan publik untuk mengambil tindakan lebih tegas. Frustrasi ini mungkin telah mencapai titik di mana sebagian pejabat percaya bahwa solusi militer langsung terhadap kepemimpinan Hamas di Qatar bisa menjadi cara untuk memecah kebuntuan atau setidaknya mengirim pesan yang kuat.

“Ini bukan hanya tentang menghilangkan pemimpin; ini tentang mengirimkan pesan yang jelas bahwa tidak ada tempat yang aman bagi mereka yang bertanggung jawab atas kekejaman, terutama ketika jalur diplomatik menemui jalan buntu. Namun, risikonya sangat besar.”
— Seorang analis politik yang enggan disebut namanya, menggarisbawahi kompleksitas dilema Israel.

Keputusan untuk menyerang di Qatar, sebuah negara yang memiliki hubungan diplomatik dengan banyak negara Barat dan menjadi tuan rumah pangkalan militer AS, akan menjadi langkah yang sangat berani dan berpotensi memicu krisis diplomatik besar. Qatar sendiri telah berulang kali menyatakan bahwa kehadiran kantor politik Hamas di Doha adalah untuk memfasilitasi dialog dan upaya mediasi, bukan untuk mendukung aksi terorisme. Tindakan militer di wilayahnya akan dianggap sebagai pelanggaran kedaulatan yang serius dan dapat mengancam semua upaya mediasi di masa depan, tidak hanya antara Israel dan Hamas, tetapi juga dalam konflik regional lainnya.

Saat situasi di Gaza tetap tegang dan prospek perdamaian masih jauh, tekanan terhadap Israel untuk bertindak terus meningkat. Apakah keputusan untuk menargetkan Hamas di Qatar akan benar-benar diimplementasikan masih harus dilihat, namun jelas bahwa dendam dan frustrasi telah menjadi pendorong kuat di balik pertimbangan strategis Israel saat ini.


Kunjungi halaman utama kami untuk berita terbaru lainnya 👉
Beranda

Copyright © All rights reserved. | Newsphere by AF themes.